Logo Bloomberg Technoz

Aturan tersebut mewajibkan sertifikat mere k bagi importir yang tayang di halaman e-commerce untuk impor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Dengan kata lain, importir yang tidak memiliki sertifikat merek tidak akan mendapatkan rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor produk TPT, tas dan alas kaki, yang pada akhirnya akan memperketat masukan barang impor bajakan.

"Tujuannya, adalah menyaring dan mencegah agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia,” tuturnya.

Dihilangkan oleh Permendag 8

Namun, kata Febri, aturan tersebut tidak disukai “importir nakal” yang ingin mengimpor barang bajakan masuk Indonesia, termasuk kurang mendapat dukungan dari kementerian atau lembaga lain, yang belakangan ikut meminta relaksasi.

Relaksasi tersebut tertuang dalam Permendag 8/2024 yang terbit pada Mei 2024 lalu oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada saat itu.

Beleid itu menghilangkan kewajiban importir untuk memenuhi sertifikat merek oleh pemegang merek dengan pertimbangan teknis (Pertek) sebagai syarat pemenuhan impor (PI).

"Padahal, sertifikat merek yang dipegang oleh importir adalah penyaring utama agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik,” jelas dia.

Di sisi lain, kata Febri, otoritas industri juga menilai upaya pengawasan dan penindakan peredaran barang bajakan di pasar domestik tidak akan berjalan efektif, mengingat besarnya volume impor barang bajakan dan luasnya pasar domestik Indonesia.

Selain itu, kata dia, delik aduan sebagai landasan awal dan dasar penindakan juga sulit dipenuhi karena sebagian besar prinsipal atau pemegang merek berada di luar negeri. 

"Bukankah lebih baik mencegah barang bajakan masuk lewat regulasi impor atau kebijakan nontariff barrier/non tariff measure daripada mengawasinya di pasar domestik?," kata dia.

(ibn/naw)

No more pages