"Hyundai sudah berinvestasi sangat besar di Indonesia untuk membangun pabrik mobil listrik di dalam negeri. Tapi, [ketika TKDN dilonggarkan], ternyata mudah sekali bagi pedagang di Indonesia menjual mobil-mobil listrik buatan China yang tidak punya assembly di sini," kata dia.
"Dari sisi industri apakah ini suatu keadilan kebijakan? Ini tentu akan hilang ketika ada relaksasi cukup besar," imbuhnya menegaskan.
Waswas Banjir Impor
Dalam kesempatan yang sama, kalangan pengusaha elektronik juga mewanti-wanti, pelonggaran TKDN, yang dibarengi dengan pelonggaran impor, yang berakbat pada meluapnya barang-barang impor dengan harga yang murah dan memiliki kualitas rendah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman mengatakan, luapan tersebut sebagai imbas dari penerapan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang memicu pergeseran produk negara eksportir, seperti China.
"Indonesia menjadi sasaran empuk karena memiliki pasar yang sangat besar," kata Daniel. "Tidak hanya pelaku industri dalam negeri yang dirugikan, tetapi juga konsumen kita sendiri,” tuturnya.
Namun sejatinya, Daniel mengatakan, pelaku industri elektronik tak terlalu menghkhawatirkan tarif tersebut ke keberlangsungan usaha. Total ekspor elektronik ke Negeri Paman Sam saat ini juga mencapai US$300 juta.
Oleh karena itu, Gabel meminta pemerintah untuk tetap memiliki tekad yang kuat dalam melindungi pasar domestik dari serbuan impor barang jadi, termasuk mempertahankan kebijakan TKDN sehingga dapat menjaga daya saing industri dalam negeri.
“Kalau bisa TKDN ini diperluas, bukan untuk dilonggarkan,” tegasnya.
(ain)