"Apabila 20% dari PNBP tersebut yang nilainya diperkirakan sekitar Rp37 triliun sampai Rp50 triliun pada 2025, maka proyek seperti DME dan smelter nikel dapat dibiayai secara mandiri,” kata Fathul.
Di sisi lain, Fathul menyarankan pemerintah untuk menerbitkan kebijakan pendukung lain seperti insentif fiskal atau penyederhanaan perizinan di sektor Minerba.
Sehingga, kata Fathul, kenaikan tarif royalti bisa terkompensasi dan tidak serta merta penambang menaikkan harga jual yang akan mengakibatkan demand shock di mana permintaan turun akibat kenaikan harga.
“Kami berharap, kenaikan tarif royalti ini cukup sekali ini dalam 5 tahun ke depan, sehingga lebih memberikan kepastian usaha,” kata dia.
Sekadar catatan, pemerintah telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pada saat bersamaan, pemerintah juga menerbitkan PP No. 18/2025 tentang Perlakuan Perpajakan dan/ atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
Kedua beleid tersebut ditandatangani dan diundangkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan berlaku efektif setelah 15 hari, terhitung sejak tanggal diundangkan, alias pada 26 April 2025.
(mfd/naw)






























