Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kejaksaan Agung mengungkap awal mulai lembaganya mendeteksi adanya praktik suap pada majelis hakim perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022. Suap Rp60 miliar kepada para hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut ternyata berawal dari penyidikan vonis bebas terpidana pembunuhan Dini Afrianti, Gregorius Ronald Tannur. 

Bagaimana ceritanya?

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, penyidik Jampidsus menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur. Termasuk, tiga majelis hakim yang membebaskan Ronald dari seluruh tuntutan jaksa yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

"Saya sudah sampaikan, kita [kejaksaan] menangani perkara terkait di pengadilan Surabaya dalam perkara ZR [Zarof Ricar]. Kalau kemarin itu kan dilihat surat perintah penyidikan melakukan penggeledahan [tersangka suap PN Jakarta Pusat] dari situ kan," kata Harli, Rabu (16/04/2025).

Dalam kasus tersebut, jaksa juga mengungkap suap kepada para majelis hakim berawal dari kesepakatan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono dengan kuasa hukum Ronald, Lisa Rahmat. Kesepakatan tersebut termasuk penyusunan hakim hingga kepastian soal putusan bebas.

Penyidik membongkar kasus ini usai menemukan catatan pemberian suap kepada Rudi dan tiga majelis hakim di kediaman Lisa Rahmat. Penyidikan pun turut menyeret sejumlah nama lain yaitu ibu kandung Ronald Tannur, Meirizka Widjaja; dan pensiunan petinggi Mahkamah Agung Zarof Ricar -- berperan menghubungkan Lisa dengan Rudi.

Penyidikan kasus ini akhirnya melebar usai jaksa memeriksa dan menggeledah rumah Zarof Ricar. Dari lokasi tersebut, jaksa menemukan sejumlah dokumen; uang tunai senilai Rp920 miliar; dan emas batangan seberat 53 kilogram. Dari pemeriksaan, kata jaksa, seluruh uang dan emas tersebut berasal dari praktik jual beli perkara di pengadilan sejak 2012.

Ternyata, kata Harli, penyidik juga menemukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik di rumah Zarof Ricar. Salah satu dari barang bukti tersebut ternyata menyebut atau menyinggung soal Marcella Santoso -- kuasa hukum Wilmar Grup di kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor CPO.

"Nah, di barang bukti elektronik ini ada keterangan, ada catatan, ada informasi yang oleh penyidik tentu ini dianalisis. Semua kan diforensik terkait dengan MS [Marcella]," ujar dia.

Di tengah penyidikan kasus Ronald Tannur, PN Jakarta Pusat tiba-tiba mengeluarkan putusan lepas atau ontslag kepada tiga grup perusahaan sawit yaitu Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup, 19 Maret lalu. Penyidik pun kemudian mencurigai Marcella melakukan hal yang sama dengan Lisa Rahmat pada kasus Ronald Tannur.

"Nah, ketika dilakukan penggeledahan di rumah MS [Marcella] ternyata ditemukan catatan terkait permintaan-permintaan meng-ontslag-kan putusan ini," kata Harli. 

Berbekal catatan tersebut, penyidik kemudian mengungkap ada pemberian suap dari Wilmar Grup kepada Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta. Suap diberikan melalui rekan Marcella, Ariyanto yang lebih dulu berkomunikasi dengan Panitera Muda PN Jakarta Pusat Wahyu Gunawan.

Usai menerima Rp60 miliar, Arif kemudian menetapkan majelis hakim perkara Wilmar cs yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Dia kemudian memberikan uang suap kepada tiga hakim yang menjatuhkan putusan lepas tersebut sebesar Rp22,5 miliar.

(azr/frg)

No more pages