Bloomberg Technoz, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya 5,03% (year-on-year) pada triwulan I 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,11% pada periode yang sama tahun lalu.
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan proyeksi pertumbuhan tersebut sudah memperhitungkan dampak dari momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024.
“Namun, faktor musiman yang diikuti pembagian Tunjangan Hari Raya [THR] tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat setelah lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan," ujar Bhima dalam siaran pers, Jumat (28/3/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda menggarisbawahi sejumlah data dan indikator ekonomi yang bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada awal 2025.
Pertama, masifnya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada dua bulan awal 2025. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Bahkan, jika mengacu data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sudah ada 60.000 buruh yang terdampak PHK dari 50 perusahaan.
Kedua, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah IKK. Pada Januari 2025, terjadi penurunan IKK hingga 0,4% (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024.
"Situasinya cukup anomali, jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK pada Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi pada Februari 2025," ujar Nailul.
IKK berada pada level 126,4 pada Februari 2025, menjadi yang terendah dalam 3 bulan terakhir.
Ketiga, penurunan angka IPR (Indeks Penjualan Riil) turun menjadi 211,5 poin pada Januari 2025 dari 222 poin pada Desember 2024. "Jika kita tengok pergerakan Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian 2025 mendorong penjualan eceran turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok pada awal 2025.”
Dengan kondisi tersebut, Huda menyampaikan perputaran uang di momen Ramadan dan Idulfitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu.
Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadan dan Idulfitri 2025 diperkirakan akan melemah sebesar -16,5% dibandingkan momen yang sama pada 2024. Tambahan uang beredar diproyeksikan hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan pada 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadan dan Idulfitri mencapai Rp136,97 triliun.
Dengan penurunan tambahan uang beredar pada Ramadan dan Idulfitri tahun ini, Bhima menambahkan, maka berdampak pada pembentukan produk domestik bruto (PDB) secara nasional yang tidak optimal.
“Berdasarkan modelling yang dilakukan CELIOS pada 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadan dan Idulfitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan pada 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5%. Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun,” ungkap Bhima.
Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4% terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK).
Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, simpanan perorangan porsinya 58,5%. Sementara, pada pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebesar 57,4%.
"Merosotnya porsi tabungan per orangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut," ujar Bhima.
"Efisiensi belanja pemerintah juga berpengaruh ke kepercayaan konsumen. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya."
(ain)