Bloomberg Technoz, Jakarta - Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa hingga 70% tugas dalam pekerjaan berbasis komputer dapat diubah atau digantikan oleh kecerdasan buatan (AI). Studi yang dilakukan oleh Institut Penelitian Kebijakan Publik (IPPR) ini menyoroti potensi dampak besar AI terhadap ekonomi dan masyarakat.
Pekerjaan yang bergantung pada tugas berbasis komputer, seperti manajemen proyek, pemasaran, dan dukungan administratif, adalah yang paling mungkin mengalami transformasi akibat kemajuan AI, mengutip dari The Herald, Kamis (13/3/2025).
Para peneliti menekankan perlunya intervensi pemerintah yang lebih besar dalam isu ini, karena kebijakan AI saat ini lebih banyak berfokus pada percepatan penerapan dan keamanan AI, dibandingkan dengan dampaknya terhadap tenaga kerja.
Analisis terhadap 22.000 tugas kerja menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan berbasis komputer akan mengalami perubahan signifikan akibat AI, terutama dalam tugas-tugas organisasi, strategis, dan analitis.
Perkembangan ini menjadi perhatian utama menjelang Paris AI Action Summit yang akan berlangsung minggu depan, di mana para pemimpin dunia, pakar industri, dan eksekutif teknologi akan berdiskusi mengenai pendekatan global terhadap pengembangan dan penggunaan AI.
Bahkan bulan lalu, Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer meluncurkan Rencana Aksi AI Pemerintah, yang bertujuan menjadikan Inggris sebagai pemimpin global dalam AI. Rencana ini mencakup penguatan infrastruktur AI, penciptaan zona pertumbuhan di seluruh negeri, serta penerapan AI dalam layanan sipil untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.
Meski banyak yang memperingatkan dampak negatif AI terhadap pekerjaan manusia, beberapa eksekutif teknologi menekankan bahwa AI bertujuan untuk membantu pekerja dengan menyederhanakan beban kerja mereka, bukan menggantikan mereka sepenuhnya.
"Karena AI tanpa human intelligence, tanpa inteligence manusia itu tidak ada artinya," former Chief Client Officer of Kantar Indonesia Nadya Ardianti.
Mengenal DeepSeek, AI China Ancam Dominasi Raksasa Teknologi AS
Dalam beberapa minggu terakhir, OpenAI, pengembang ChatGPT, meluncurkan agen AI pertamanya—alat AI yang dapat diprogram untuk menjalankan tugas secara mandiri. Teknologi ini diperkirakan akan memiliki dampak substansial terhadap dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.
Laporan IPPR sebelumnya bahkan memperingatkan bahwa dalam skenario terburuk, hingga delapan juta pekerjaan di Inggris dapat hilang akibat AI. Carsten Jung, kepala AI di IPPR, menekankan bahwa kebijakan publik harus mengikuti perkembangan AI yang pesat.
"Kemampuan AI berkembang dengan sangat cepat. Peluncuran agen AI menunjukkan bahwa AI bukan sekadar alat, melainkan aktor yang aktif," ujar Jung.
Ia menambahkan bahwa AI berpotensi mengubah lanskap pekerjaan, menghilangkan beberapa pekerjaan lama, menciptakan yang baru, serta mendorong inovasi produk dan layanan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengarahkan perkembangan AI agar dapat menyelesaikan masalah sosial yang besar.
"Selain memastikan keamanan model AI, kita harus menentukan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini memerlukan debat demokratis dan pengawasan ketat dalam penerapan AI. Publik harus terlibat dalam menentukan batasan dan arah pengembangan AI," tegasnya.
Dengan perkembangan AI yang semakin cepat, diskusi global mengenai regulasi dan dampaknya terhadap dunia kerja menjadi semakin penting. Tantangan bagi pemerintah dan industri saat ini adalah bagaimana memastikan AI dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.
(wep)