Bloomberg Technoz, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengakui periode praktik korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. Hal ini termasuk terjadi selama periode pemerintah tengah menangani dan menanggulangi penyebaran Covid-19.
Sesuai Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Tipikor; para pelaku korupsi yang melakukan kejahatan pada kondisi tertentu termasuk bencana alam nasional dapat diancam dengan hukuman mati. Dalam beberapa perkara, koruptor pada masa atau yang mengambil dana penanganan selama masa Covid-19 mendapat hukuman maksimal.
Sanitiar pun membuka potensi, penyidik bisa menerapkan pasal tersebut dan ancaman hukuman mati kepada para tersangka kasus yang juga mengoplos pertamax atau BBM jenis RON 92. Terutama jika uang yang dikorupsi berasal atau terjadi saat pemerintah tengah berupaya menyelamatkan masyarakat dari ancaman pandemi.
"Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat. Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati," kata dia saat konferensi pers bersama PT Pertamina, Kamis (06/03/2025).
"Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini."
Dalam kasus ini, jaksa setidaknya mencatat terjadi kerugian negara hingga Rp193,7 triliun per tahun yang terdiri dari kerugian dari ekpor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun; kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun; kerugian impor BBM melalui broker Rp9 triliun; kerugian kompensasi Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi Rp21 triliun.
Sehingga, jika diasumsikan angka tak berbeda jauh selama periode lima tahun, kerugian negara dari kasus tersebut bisa menembus Rp900 triliun.
Para tersangka tercatat melakukan melakukan impor BBM jenis RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite). BBM tersebut kemudian dioplos dengan RON 92 (pertamax). BBM Oplosan tersebut kemudian dijual pada sejumlah SPBU selama lima tahun sebagai produk Pertamax.
Selain itu, para tersangka juga melakukan penggelembungan anggaran untuk menyediakan fee 13-15% kepada broker dan para pejabat dari biaya logistik impor BBM.
(frg)