Dalam kasus ini, jaksa setidaknya mencatat terjadi kerugian negara hingga Rp193,7 triliun per tahun yang terdiri dari kerugian dari ekpor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun; kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun; kerugian impor BBM melalui broker Rp9 triliun; kerugian kompensasi Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi Rp21 triliun.
Sehingga, jika diasumsikan angka tak berbeda jauh selama periode lima tahun, kerugian negara dari kasus tersebut bisa menembus Rp900 triliun.
Para tersangka tercatat melakukan melakukan impor BBM jenis RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite). BBM tersebut kemudian dioplos dengan RON 92 (pertamax). BBM Oplosan tersebut kemudian dijual pada sejumlah SPBU selama lima tahun sebagai produk Pertamax.
Selain itu, para tersangka juga melakukan penggelembungan anggaran untuk menyediakan fee 13-15% kepada broker dan para pejabat dari biaya logistik impor BBM.
(frg)