Logo Bloomberg Technoz

Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya sentimen negatif dari China, selaku produsen maupun importir batu bara terbesar, yang sedang mengalami kelebihan pasokan domestik. Morgan Stanley bahkan memproyeksikan China berpotensi memberlakukan kembali kebijakan pembatasan impor batu bara tahun ini. 

“Maka penetapan HBA sebagai harga ekspor merupakan langkah yang kurang strategis dalam ekonomi dan bisnis,” ujar Bisman.

Selayaknya perdagangan komoditas lainnya, lanjut Bisman, kinerja ekspor batu bara sangat dipengaruhi prinsip permintaan dan suplai.

Jika kebutuhan lebih besar, maka penjual batu bara lebih memiliki posisi tawar. Namun, jika permintaan sedang seret dan pasokan melimpah, artinya pembeli yang memiliki daya tawar lebih tinggi.

“Oleh karena itu prinsipnya deal kesepakatan penjual dan pembeli. Jika kita bersikukuh dengan harga kita yang mengacu HBA sementara pembeli [China]  tidak mau ya pasti tidak akan laku. Apalagi mereka tidak butuh-butuh banget terhadap komoditas tersebut karena produksi mereka sedang melimpah,” kata Bisman.

“Jadi ini risiko besar bagi batu bara Indonesia jika benar China akan melakukan pembatasan impor dan apalagi ditambah kebijakan HBA, karena China merupakan negara tujuan ekspor terbesar batu bara Indonesia.”

Harga batu bara China makin anjlok akibat oversupply./dok. Bloomberg

Negara Alternatif

Bisman menyebut Indonesia sebenarnya bisa saja memacu ekspor batu bara ke negara alternatif seperti India, Korea Selatan, dan Jepang.

Akan tetapi, sama seperti China, pada prinsipnya mereka pun tidak akan mau beli harga batu bara yang lebih tinggi dari harga pasar.

“Dalam praktiknya bisa jadi akan menyesuaikan kondisi dan kesepakatan, akan terjadi negosiasi dan deal harga secara keekonomian. Namun, dalam pembayaran royalti, PNBP, dan pajak akan tetap mengacu harga HBA yang telah ditetapkan pemerintah. Sungguh ini tantangan yang lumayan berat bagi pelaku usaha, tetapi dalam bisnis harus luwes dan lincah dalam ambil keputusan,” kata Bisman.

Kegelisahan senada juga diutarakan oleh Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) Gita Mahyarani.

Gita menerangkan, dengan adanya aturan baru yang mewajibkan penjulaan batu bara Indonesia mengacu pada HBA, para importir di luar negeri pun akan membutuhkan waktu lagi untuk menyesuaikan kontrak transaksi mereka dengan aturan baru dari Pemerintah RI.

“Karena untuk memperkenalkan HBA sebagai basisnya ke buyer ini pastinya butuh waktu dan saat ini kondisinya market lagi turun. Kondisi market lagi turun ini yang kita khawatirkan justru [membuat] mereka mengalihkan [permintaan] ke tempat lain. Walaupun kita masih kita masih percaya bahwa orang akan mencari batu bara Indonesia,” jelasnya.

Menurut catatan APBI/ICMA, volume ekspor batu bara RI ke China yang sekitar 300 juta ton per tahun sejatinya hanya mencakup 5% dari kebutuhan domestik Negeri Panda.

Angka 5% tersebut sangat minor bagi China, yang juga sedang menggenjot produksi batu bara dalam negerinya untuk sumber energi. Bahkan, China telah bertransformasi untuk meningkatkan infrastur pembangkit listrik berbasis batu baranya.

“Jadi mereka [China] bilang, 'Ya sudah daripada kita diimpor, kita tekan saja, kita pakai yang dalam negeri'. Itu sudah kejadian sebetulnya, with or without Indonesia punya ketentuan ini [HBA untuk kegiatan ekspor],” kata Gita.

Negara asal impor batu bara China pada 2024./dok. Bloomberg

Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara China sebelumnya melaporkan beberapa perusahaan China mungkin akan berusaha untuk membatalkan atau merundingkan ulang kontrak jangka panjang yang telah disepakati akibat penentuan HBA sebagai standar harga ekspor batu bara Indonesia.

Dikutip dari Bloomberg News, Fenwei Energy Information Service Co dalam sebuah catatan mengatakan kebijakan HBA tersebut secara signifikan menaikkan harga batu bara Indonesia, dan hal itu dapat menghapus keuntungan perdagangan dan menghambat pembelian dari pembeli China.

“Salah satu masalahnya adalah harga batu bara sering berubah, tetapi HBA hanya diperbarui sebulan sekali. Indonesia mencoba mengurangi keterlambatan tersebut dengan mengubah jadwal tersebut, memperbarui [HBA] pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan ke depannya, menurut peraturan pemerintah,” katanya.

Pembeli di China disebut menolak keras langkah Indonesia, karena produksi dan impor domestik yang tinggi selama bertahun-tahun, dikombinasikan dengan permintaan yang lemah selama musim dingin, telah menyebabkan banyak orang memiliki persediaan yang melimpah.

“Setidaknya satu pembeli batu bara utama telah menghentikan impor spot bahan bakar asing karena mencoba menurunkan persediaan,” tuturnya.

Kementerian ESDM sebelumnya menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batubara per 1 Maret 2025.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut aturan tersebut secara otomatis berlaku terhadap mandatori penggunaan HBA untuk kegiatan ekspor batu bara.

Soal kekhawatiran penurunan ekspor, Tri menyebut aturan HBA dibuat untuk mengontrol harga batu bara di dalam negeri. Pemerintah dinilai tidak ingin harga batu bara Indonesia dijual murah ke luar negeri.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages