Gubernur Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan bahwa The Fed sebaiknya mempertahankan suku bunga pada level saat ini untuk terus menekan inflasi.
"Kita harus tetap berada di posisi ini," ujar Bostic dalam konferensi perumahan di Atlanta pada Rabu (26/2/2025).
"Kita bisa mengatakan bahwa mandat ketenagakerjaan telah tercapai, dan sekarang kita harus mengendalikan mandat stabilitas harga," lanjutnya. "Kita perlu tetap dalam kebijakan yang restriktif."
Sementara itu, dari dalam negeri, volatilitas pergerakan harga saham sepertinya masih akan membebani setelah kemarin akhirnya ditutup menguat 0,29%.
Adapun di pasar surat utang, sentimen pasar global sebenarnya lebih positif dengan penurunan yield Treasury, surat utang AS, hingga ke level 4,25% untuk tenor 10Y. Bahkan untuk tenor terpanjang, yield UST-30Y terpangkas 4,6 basis poin ke level 4,50%.
Penurunan yield UST memperlebar selisih imbal hasil investasi dengan surat utang RI, kini posisinya di kisaran 259 basis poin. Pelebaran selisih itu mungkin akan menaikkan daya tarik surat utang rupiah yang kemarin cenderung tertekan.
Pada pembukaan pasar valas Asia pagi ini, sebagian mata uang tertekan oleh dolar AS. Di antaranya, baht tergerus 0,18%, won 0,09% dan ringgit 0,01%.
Sementara yen menguat 0,05%, dolar Singapura 0,04% dan dolar Hong Kong 0,01%.
Kerugian bagi AS
Penelitian terbaru menunjukkan, kebijakan tarif impor terbaru Donald Trump terhadap produk dari China bisa berdampak lebih besar terhadap ekonomi Amerika Serikat dibandingkan data perdagangan resmi yang dilaporkan pemerintah AS.
Menurut studi dari para ekonom di Federal Reserve Bank of New York, dampak ini akan semakin parah jika pemerintahan Trump menghapus perlakuan khusus terhadap impor "de minimis"—barang yang bernilai di bawah US$800.
"Impor AS dari China sebenarnya menurun jauh lebih sedikit dibandingkan yang dilaporkan dalam statistik resmi AS," tulis peneliti New York Fed, Hunter L. Clark, dalam sebuah blog pada Rabu (26/2/2025).
"Akibatnya, kenaikan tarif terbaru terhadap China bisa berdampak lebih besar terhadap ekonomi AS daripada yang ditunjukkan oleh data resmi tentang pangsa impor China."
(rui)

































