Logo Bloomberg Technoz

Eniya mengelaborasi Indonesia masih menghadapi banyak tantangan untuk menutup kesenjangan antara target dan realisasi energi bersih di Tanah Air. Misalnya, ketiadaan jaringan transmisi untuk menyalurkan listrik dari sumber EBT ke pusat permintaan.

Untuk itu, lanjutnya, target bauran EBT direvisi agar mengacu pada RPP KEN yang sudah disetujui DPR dan tinggal menunggu lampu hijau dari Sekretariat Kabinet.

Penurunan target bauran EBT nasional tersebut pernah disampaikan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) pada Januari 2024.

Sekjen DEN saat itu Djoko Siswanto—yang sekarang menjabat sebagai Kepala SKK Migas — mengungkapkan target bauran EBT nasional akan direvisi pasca-2025 menjadi sekitar 17% sampai 19%, setelah target sebelumnya mustahil tercapai.

Revisi tersebut nantinya bakal tertuang dalam pembaharuan RPP KEN, yang pada awalnya ditargetkan rampung pada medio 2024.

"Di dalam revisi KEN itu [skenario] optimisme [bauran EBT dalam sistem ketenagalistrikan nasional bisa mencapai] 17%, terus pesimistisnya 19% pada 2025. Kita mulainya pada 2025 karena angka 23% itu sudah mendunia, sehingga kita jangan mundur dahulu, " ujar Djoko dalam konferensi pers, Rabu (17/1/2024).

DEN memandang revisi target tersebut lebih realistis, mengingat proyek-proyek pembangkit fosil dalam negeri yang terbilang masih cukup masif, meski dilakukan bersamaan dengan proyek pembangkit EBT.

Berdasarkan RPP KEN, target bauran EBT nasional nantinya juga akan terus naik secara bertahap. Pada 2030, bauran EBT ditargetkan dapat mencapai 19%—21%.

Kemudian, pada 2035 akan naik lagi menjadi sekitar 25%—26%, 2040 ditargetkan mencapai 38%—41%, hingga pada 2060 mendatang mencapai 70%—72%.

"Kalau dahulu, dalam PP KEN No. 79/2014 itu adalah kita 2050 itu 70%-nya justru fosil. Sekarang justru dibalik 70% adalah EBT. Bedanya begitu, fosil jadi 30%. Kalau dahulu 30% EBT, 70% adalah fosil,” ujar Djoko.

(wdh)

No more pages