Jika hasilnya lebih rendah dari perkiraan, pasar akan memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed. Sebaliknya, jika angkanya lebih tinggi, maka ekspektasi pemangkasan suku bunga bisa melemah.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, pekan lalu menyatakan, para pejabat masih ingin melihat inflasi bergerak ke arah yang diharapkan sebelum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan lanjutan di 2025.
Pasar juga masih terbebani ketidakpastian seputar perang dagang dari tarif AS dengan negara-negara lain, terutama dengan China yang sampai hari ini belum memperlihatkan kemajuan negosiasi.
“Investor memperkirakan The Fed tidak akan melakukan tindakan terhadap suku bunga dalam pertemuan berikutnya pada bulan Maret, tetapi pemangkasan suku bunga diantisipasi pada bulan Juni mendatang, menurut FedWatch CME,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Analis Phintraco Sekuritas menyebut, Presiden AS, Donald Trump dikabarkan memerintahkan U.S. Treasury Secretary, Scott Bessent untuk menurunkan 10-Year Bond Yield di AS tanpa perlu pemangkasan suku bunga acuan The Fed.
Hal ini memicu kekhawatiran terjadinya pengetatan likuiditas di AS. Bagi Indonesia, disamping pengetatan likuiditas, kondisi ini berpotensi memicu rotasi ke obligasi jangka panjang, khususnya obligasi Pemerintah Indonesia karena berpotensi menawarkan return yang lebih menarik ketika dibandingkan dengan U.S. Treasury Bonds.

IHSG tembus support critical level 6.950. Secara teknikal, pelemahan tersebut merupakan validasi awal dari rectangle sebagai indikasi bearish continuation.
Sementara itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas memaparkan, IHSG mulai menembus support 6.931 dan masih berpotensi melanjutkan penurunan ke area support berikutnya di 6.698.
“Selagi arah trend masih Bearish. Resisten sementara di 6.931,” mengutip paparan BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya pada Jumat (7/2/2025).
(fad)