Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya telah menerima permohonan ekstradisi buronan kasus KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos, yang diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses ekstradisi tersebut, dapat memakan waktu 1-2 hari.

“Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya,” kata Supratman kepada awak media di kantornya, dikutip Sabtu (25/1/2025).

Supratman menyatakan masih terdapat dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejagung maupun Interpol Mabes Polri untuk dapat memperlengkap persyaratan yang dibutuhkan.

Namun saat ini, kata Supratman, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum tengah memproses permohonan yang diajukan Kejagung terkait ekstradisi Paulus Tannos.

“Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” tutur Supratman.

Supratman menyatakan proses ekstradisi tersebut tidak dapat serta-merta langsung dilakukan, sebab pemerintah Indonesia perlu mengajukan permohonan kepada pihak pengadilan Singapura terlebih dahulu.

“Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” tegas Supratman.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakhiri pengejaran terhadap Direktur PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos yang ditetapkan sebagai buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Oktober 2021. Ia tertangkap di Singapura oleh otoritas setempat.

Dalam proses penyidikannya, KPK memang selalu kerepotan berhadapan dengan Paulus Tannos. Penyidik sempat harus terbang dan memeriksa Tannos di Singapura pada 2018. Jaksa KPK pun hanya mampu menghadirkan Tannos secara virtual saat memintanya menjadi saksi dalam persidangan kasus e-KTP, pada 2017.

Usai menjadi tersangka, Tannos memang sama sekali tak lagi merespons KPK dan ditengarai sudah kembali melarikan diri ke luar negeri. 

KPK kemudian mendapatkan sejumlah informasi termasuk kabar Tannos telah berganti nama untuk menyamar dan bersembunyi. Meski demikian, penyidik sempat mendeteksi dan hampir berhasil menangkap Tannos di Thailand pada 2023. 

Saat itu, KPK tak bisa meminta penangkapan terhadap Tannos karena belum masuk dalam daftar red notice interpol. Padahal, lembaga antirasuah tersebut sudah memasukkan nama Tannos sejak 2019.

(azr)

No more pages