Belum Ada Minat
Kendati demikian, Yuliot mengakui hingga kini belum ada perusahaan yang berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan PLTN. "Calon perusahaan belum, itu baru kajian pemerintah," ungkapnya.
Selain mendorong penggunaan PLTN, pemerintah juga akan mengembangkan pembangkit arus laut yang dimulai pada 2028—2029. Kemudian, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung secara masif memanfaatkan area waduk dan pengembangan PLTS atap.
Lalu, pengembangan PLTP secara masif baik offshore maupun onshore. Selanjutnya, pengoperasian PLTU batu bara eksisting sampai dengan power purchase agreement (PPA) berakhir dan cofiring dengan biomassa yang dilengkapi dengan carbon capture and storage (CCS).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengeklaim sudah banyak negara lain yang berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan teknologi PLTN di Indonesia.
Eniya menuturkan sejumlah negara tersebut telah meminta untuk melakukan pra-feasibility study (FS) atau studi kelayakan mengenai PLTN. Namun, pihaknya masih berhati-hati untuk menerima tawaran tersebut.
“[Hal] yang mungkin saat ini lagi hot itu adalah nuklir, ini berbagai negara datang ke saya, ke kami. Ada banyak, sekarang sudah menawarkan pra-FS dari beberapa negara,” kata Eniya dalam kegiatan Dialog Stakeholder EBTKE Tahun 2024, pertengahan Desember.
Eniya bercerita saat dirinya pertama kali menyampaikan keseriusan Indonesia menggunakan nuklir sebagai pembangkit listrik dalam kegiatan Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA), karena selama ini nuklir hanya digunakan di sektor kesehatan dan pangan.
“Nah ini pertama kita declare itu, lalu semua pada bersatu tangan beberapa bulan ini,” ujarnya.
Namun, Eniya tak memerinci negara-negara mana saja yang berminat berinvestasi di sektor PLTN tersebut. Dia hanya mengungkapkan kerja sama pengembangan PLTN di Indonesia itu bisa dijalin dengan skema government to government (G2G) ataupun business to government (B2G).
“Ada financial structure yang kolaborasi dari beberapa government juga ada. Jadi sangat kompleks sekali, satu financial structure. Yang kedua multi-country maksudnya multilateral collaboration, yang ketiga baru multi-location. Jadi karena kita negara nonblok ya, kita membuka semua kerja sama ke berbagai negara,” tutur Eniya.
(mfd/wdh)






























