Pada saat itu, kata Febri, Kemenperin hanya menjatuhkan dan memilih sanksi yang paling ringan, sekaligus kemudahan bisnis bagi Apple untuk segera membangun fasilitas produksi HKT nya di Indonesia.
"Tetapi, jika Apple belum patuh juga, kami pertimbangkan sanksi lebih berat lagi,” tegasnya.
Sayangnya, sampai saat ini Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk merevisi proposal tersebut.
Kemenperin pun belum bisa mengeluarkan sertifikat TKDN bagi produk HKT Apple terutama iPhone 16 series, yang juga mengakibatkan tanda pengenal produk (TPP) semua HKT Apple belum bisa diterbitkan.
Apple Seharusnya Mampu Investasi
Di sisi lain, dia juga mengatakan Apple tak memiliki halangan untuk membangun fasilitas produk HKT-nya di Indonesia Apple memiliki kemampuan finansial dan pengaruh yang besar untuk membawa supplier GVC (Global Value Chain) ke Indonesia.
Begitu juga dengan iklim berbisnis, kemampuan SDM, dan ekosistem teknologi tinggi di Indonesia juga menjadi nilai lebih bagi Apple untuk masuk ke Indonesia.
"Hal-hal yang menghambat Apple membangun fasilitas produk di Indonesia hanya klaim hipotesis yang diajukan oleh pihak-pihak tertentu," kata dia. "Pihak Apple dalam negosiasi menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk pembangunan fasilitas produksi HKT di
Indonesia, juga untuk membawa GVC mereka masuk ke sini."
Selain itu, lanjutnya, Kemenperin juga menyayangkan pandangan yang menyatakan bahwa Apple tidak berinvestasi di Indonesia karena birokrasi berbelit-belit, kemampuan SDM rendah, maupun belum tersedianya ekosistem industri berteknologi tinggi di Indonesia.
Padahal, Apple sejatinya sudah berbisnis dan berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2017 dengan menggunakan fasilitas investasi yang diatur dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017 tersebut.
"Artinya, tidak ada birokrasi yang berbelit-belit yang mempersulit bisnis Apple di Indonesia. Hingga 2024, juga tidak ada komplain dari Apple terkait birokrasi dan regulasi di Indonesia,” tutur dia.
(lav)