Yield spread yang masih menarik mungkin akan memberi dukungan dana asing untuk bertahan di dalam negeri sehingga memberi sokongan pada nilai tukar lokal.
Hanya saja, pernyataan terbaru Trump pagi ini waktu Indonesia, membuat dolar AS kembali bergerak naik seperti terlihat dari pergerakan indeks dolar AS Bloomberg (BDXY) pagi ini.
Trump menyatakan, masih akan mempertimbangkan untuk penerapan tarif impor AS dari China sekitar 10%, setelah sehari sebelumnya rencana itu diputuskan ditunda atau tidak dilakukan.
"Kita berbicara tentang tarif sebesar 10% terhadap China berdasarkan fakta bahwa mereka mengirim fentanil ke Meksiko dan Kanada," kata Trump dalam sebuah acara di Gedung Putih, dilansir dari Bloomberg, Rabu pagi.
Angka 10% itu sejatinya lebih kecil dibanding yang selama ini ia sebutkan saat kampanye yakni tarif 60% pada China. Sementara penerapan tarif 25% pada barang impor dari Kanada dan Meksiko dipastikan akan mulai berlaku pada 1 Februari nanti, berdasarkan keputusan Trump begitu ia menginjakkan kaki di Oval Office.
"Kami tidak banyak bicara soal tarif, dia tahu posisi saya," kata Trump kemarin, ketika ditanya tentang pembicaraan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. "Lihat, saya mengenakan tarif besar pada China. Saya telah menerima ratusan miliar dolar AS. Hingga saya menjadi presiden, China tidak pernah membayar sedikitpun pada AS," kata Trump.
Pernyataan terbaru Trump itu sepertinya masih belum menuai reaksi besar dari pasar Asia.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, mayoritas mata uang bergerak menguat dipimpin terutama oleh baht yang melanjutkan reli tiga hari. Pagi ini, baht menguat 0,48%, lalu ringgit 0,36%, won 0,31% dan yen naik tipis 0,02%. Sementara sebagian mata uang yang lain masih melemah di antaranya yuan offshore 0,10%, dolar Singapura dan Hong Kong sedikit berubah 0,02% dan 0,01%.
Sentimen regional yang positif mungkin akan memberi dukungan pada rupiah.
Hanya saja, bila melihat pergerakan di pasar offshore, gelagat tekanan sepertinya masih berlanjut. Rupiah Non Deliverable Forward (NDF) dini hari tadi ditutup melemah tipis 0,07% di level Rp16.335/US$, bahkan ketika DXY ditutup turun lebih dari 1%. Pagi ini, rupiah NDF dibuka melemah lagi lantas bergerak di kisaran Rp16.353/US$.
Kebijakan DHE
Rupiah sejatinya memiliki beberapa hal yang bisa memberi optimisme pada para pelaku pasar. Keputusan Pemerintah RI menerapkan mandatory penempatan Devisa Hasil Ekspor selama minimal setahun di perbankan dalam negeri, dalam jangka menengah dan panjang bisa memberi sokongan lebih besar bagi fundamental rupiah.
Aturan itu berlaku efektif mulai 1 Maret nanti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto memperkirakan, kebijakan itu bisa menambah pasokan dolar AS di dalam negeri senilai US$90 miliar dalam setahun.
Devisa yang bertahan lama di sistem dalam negeri bisa memberi dukungan terutama ketika terjadi gonjang ganjing pasar jangka pendek.
Meski menurut sebagian ekonom, penerapan kebijakan itu tak bisa serta merta menguatkan rupiah karena volatilitasnya sejauh ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Selain itu, berkaca dari kebijakan DHE sejak 2023 lalu, penempatan valas dari para eksportir stagnan di kisaran US$ 2 miliar.
Aturan penempatan devisa ekspor di dalam negeri, yang sudah dilangsungkan sejak 2023 lalu, memang masih banyak terkendala. Suara keberatan dari para eksportir sempat terdengar karena penempatan dana valas dalam jangka waktu tiga bulan itu, dinilai berdampak pada arus kas perusahaan. Lebih-lebih bila penempatan diwajibkan dalam waktu lebih lama, para eksportir menilai akan kesulitan menjaga dampaknya terhadap arus kas perusahaan.
Bank Indonesia yang sempat dimintai tanggapan terkait kebijakan perpanjangan masa penempatan DHE itu, menyatakan tengah menyiapkan instrumen yang bisa digunakan untuk menampung dana tersebut.
Ada dua instrumen yang akan disiapkan yakni Sekuritas Valuta Asing BI (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing BI (SUVBI) sebagai dua instrumen baru untuk penempatan DHE. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan nantinya eksportir bisa menggunakan instrumen tersebut melalui bank.
"Kami mempersiapkan dua instrumen baru SVBI dan SUVBI yang pada saatnya akan kami jelaskan. Supaya ini jadi bagian dari instrumen penempatan dan pemanfaatan DHE SDA yang bisa digunakan eksportir melalui bank," ujar Perry dalam taklimat media pada 15 Januari lalu.
(rui)