Logo Bloomberg Technoz

“Persetujuan Impor (Pl) dari Kementerian Perdagangan tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian serta dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait,” ujar dia.

Para tersangka rencananya akan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999. Mereka pun mulai menjalani masa tahanan di Rutan cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke  depan.

Namun, kejaksaan baru melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tujuh tersangka. Dua tersangka lainnya, belum menjalani penahanan karena mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik.

“Saat ini dilakukan pencarian oleh tim penyidik untuk diketahui untuk dicari di mana mereka saat ini,” ujar Abdul.

Dalam perkara ini, Tom Lembong disebut memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.

Menurut Kejagung, yang diperbolehkan melakukan impor gula kristal putih adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sesuai keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014. Namun Tom malah memberikan persetujuan kepada perusahaan swasta Bernama PT AP untuk melakukan impor.

Pada 28 Desember 2015 Kemenko Perekonomian menggelar rapat yang salah satu pembahasannya ialah soal Indonesia akan kekurangan gula kristal putih pada 2016 sebanyak 200 ribu ton. 

Selain Tom Lembong, tersangka lain yang lebih dulu menjalani penahanan adalah Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles sitorus yang memerintahkan bawahannya melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

Kejagung mengatakan bahwa untuk mengatasi kekurangan gula seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih. Namun, impor yang dilakukan adalah gula kristal mentah. Setelah itu, gula kristal mentah tersebut diolah oleh perusahaan yang hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi.

Setelah gula diolah, PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual ke masyarakat dengan harga Rp 16.000 yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi saat itu, yakni Rp 13.000.

PT PPI sendiri disebut mendapat fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut senilai Rp105 per kilogram. Bila ditotal maka kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp400 miliar.

(azr/frg)

No more pages