Logo Bloomberg Technoz

"Efek negatif dapat diperkuat jika terdapat tarif pembalasan proporsional — pertumbuhan global akan lebih rendah dari dasar [baseline] dengan total sekitar 0,3% pada 2025, sementara pertumbuhan negara berkembang atau emerging market and developing economies [EMDE] akan lebih rendah dengan total sekitar 0,2%," tulis Bank Dunia dalam laporan bertajuk Global Economic Prospects (GEP) Januari 2025.

Bank Dunia memproyeksi ekonomi dunia tumbuh stagnan 2,7% pada 2025, atau setara dengan proyeksi pada 2024. Sementara, negara berkembang atau EMDE diproyeksikan tumbuh stagnan 4,1%.

Selain itu, Rizal menilai dampak yang dirasakan Indonesia dari kebijakan proteksionisme itu bisa cukup signifikan. Jika AS memperketat kebijakan perdagangan, terutama terhadap China, rantai pasok global akan terganggu. Terlebih, China adalah mitra dagang utama Indonesia.

Selanjutnya, Rizal mengatakan ketidakpastian geopolitik yang meningkat juga berpotensi mengguncang pasar keuangan, menyebabkan volatilitas nilai tukar rupiah dan memengaruhi aliran investasi ke Indonesia.

Strategi Ekonomi Indonesia

Menghadapi dinamika tersebut, Indonesia perlu mengambil langkah mitigasi strategis. Pertama, diversifikasi pasar ekspor menjadi prioritas, dengan memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara di Asia, Timur Tengah, dan Eropa.

Kedua, Indonesia harus mempercepat pengembangan industri bernilai tambah untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.

Ketiga, dilihat dari sisi kebijakan domestik, pemerintah perlu menjaga stabilitas ekonomi melalui pengelolaan fiskal yang hati-hati dan kebijakan moneter yang fleksibel untuk menghadapi potensi guncangan eksternal.

Keempat, Indonesia harus memanfaatkan forum internasional seperti Group of 20 (G20) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang dalam sistem perdagangan global.

Menurut Rizal, Presiden Donald Trump tetap akan menerapkan kebijakan proteksionisme atau tarif perdagangan tinggi, meski telah menunda pengumuman tarif khusus untuk China pada hari pertamanya menjabat kembali sebagai Presiden Amerika Serikat.

Rizal mengatakan, sejalan dengan kebijakan sebelumnya, Trump dapat kembali menerapkan tarif perdagangan tinggi untuk menekan mitra dagang besar seperti China.

Rizal memproyeksikan kebijakan ekonomi Trump akan tetap berfokus pada pada prinsip America First. Hal ini mencakup pengurangan defisit perdagangan, mendorong investasi domestik, dan melakukan negosiasi kembali atas perjanjian dagang yang lebih menguntungkan bagi AS.

"Keputusan Trump untuk menunda pengumuman tarif terhadap China pada awal masa jabatan mungkin menunjukkan pendekatan yang lebih terukur dalam mengelola hubungan internasional," ujar Rizal.

Presiden Donald Trump memutuskan untuk menunda pengumuman tarif khusus untuk China pada hari pertamanya menjabat kembali sebagai Presiden AS. Sebagai gantinya, ia memerintahkan pemerintahannya untuk menangani praktik perdagangan tidak adil secara global, dan menyelidiki apakah Beijing telah mematuhi kesepakatan dagang yang ditandatangani selama masa jabatan pertamanya.

Langkah-langkah ini—yang dijelaskan dalam lembar fakta yang belum dipublikasikan—ditujukan untuk "membalikkan dampak destruktif dari kebijakan perdagangan globalis yang mengabaikan kepentingan Amerika," menurut salinan dokumen yang dilihat oleh Bloomberg News. Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa lembaga-lembaga federal utama akan diminta untuk menangani manipulasi mata uang oleh negara-negara lain.

"Langkah ini menegaskan dedikasi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada negara asing dalam rantai pasokan penting dan menghidupkan kembali basis industri AS," demikian bunyi dokumen tersebut.

Keputusan untuk tidak langsung menargetkan China pada hari Senin (20/01/2025) mencerminkan perubahan strategi Presiden Trump, yang kini lebih berorientasi pada negosiasi dan berupaya mencapai kesepakatan baru dengan Presiden China Xi Jinping, menurut sumber yang mengetahui keputusan tersebut namun meminta anonimitas.

(lav)

No more pages