Logo Bloomberg Technoz

Tak Libatkan Pengusaha, DMO Migor bak ‘Tembak Lalat Pakai Meriam’

Sultan Ibnu Affan
28 April 2023 12:55

MinyaKita di Pasar Murah Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Rezha Hadyan)
MinyaKita di Pasar Murah Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Rezha Hadyan)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kalangan pengusaha merasa tidak dilibatkan dalam proses utak-atik kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak goreng dan rasio ekspor crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan. Langkah pemerintah itu dinilai tidak akan memberi efek apapun terhadap stabilisasi harga minyak goreng.

Otoritas perdagangan pada Kamis (27/4/2023) memutuskan kebijakan DMO untuk distribusi minyak goreng akan dikurangi dari 450 ribu ton per bulan kembali menjadi 300 ribu ton per bulan, berlaku mulai 1 Mei 2023.

Tidak hanya itu, per 1 Mei 2023, izin volume ekspor CPO dan produk turunannya kembali diturunkan dari enam kali lipat terhadap jumlah yang dijual perusahaan minyak sawit di dalam negeri  (1:6), menjadi empat kali lipat (1:4).

Menanggapi pengumuman tersebut, Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mempertanyakan dasar perhitungan besaran DMO dan rasio ekspor CPO yang diputuskan Kemendag.

“Rasio [ekspor] itu enggak ada pengaruhnya. Karena apa? Pasar global [CPO] sedang lesu. Jadi poinnya apa? Mau dibikin 1:2 sekalipun sia-sia. Jadi, saya melihat seolah-olah [kebijakan] ini scientific melihat akar masalah, padahal enggak juga. Formalitas saja,” ujarnya saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (28/4/2023).

Apa efektivitasnya? Menurut saya, itu sama saja menembak lalat dengan meriam. Saran saya, sudah disetop saja pola-pola DMO dan lain-lain itu.

Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga