Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengungkit sebuah buku berjudul 'Paradoks Indonesia' yang katanya ditulis Presiden 2024-2029, Prabowo Subianto bersama sejumlah pakar, 10 tahun lalu. Paradoks adalah sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan asumsi umum, tetapi dalam kenyataannya mengandung sebuah kebenaran.

"Masalah paradoks Indonesia dari dulu sampai sekarang masih ada," kata dia, Sabtu (03/07/2024).

Menurut Hashim, Paradoks Indonesia juga yang memicu Prabowo melahirkan program makan bergizi gratis. Paradoks ini merujuk pada kondisi Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak anugrah mulai dari sumber daya alam, iklim yang baik, tanah yang subur dan luas. Akan tetapi, masyarakat Indonesia jauh dari sejahtera dibandingkan dengan warga-warga di negara yang tak memiliki anugrah lengkap.

Dia merujuk pada kondisi Arab Saudi yang memiliki sumber daya alam melimpah yaitu minyak dan gas. Akan tetapi, negara tersebut sebenarnya tak memiliki tanah yang subur dan iklim yang baik. Namun, masyarakat dapat berkembang dan hidup sejahtera.

Hal yang sama juga terjadi di negara Utara Eropa seperti Finlandia, Norwegia dan Rusia. Negara-negara ini memiliki tanah yang luas dan sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi, negara-negara ini akan kehilangan sinar matahari selama 4-5 bulan per tahun. Di sisi lain, perkembangan sumber daya manusianya sangat baik.

Masih di Asia, Hashim pun merujuk pada pertumbuhan sumber daya manusia di Korea Selatan. Padahal Negeri Gingseng ini tak memiliki sumber daya alam, tanahnya berbatu, dan iklimnya juga tak terlalu baik.

"Dengan kondisi yang tidak kondusif, Korea Selatan bisa dapat pendapatan per kapita 10 kali Indonesia," kata dia.

Hal ini, kata Hashim, membuat Prabowo berkomitmen untuk memberantas stunting dan memastikan pertumbuhan sumber daya manusia Indonesia semakin berkualitas. Dia optimis, sejumlah kebijakan Prabowo-Gibran, mampu menggenjot warga negara Indonesia memiliki kualitas global dan meningkatkan pendapatan per kapita.

terdapat paradoks di Indonesia, di mana Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah, iklim mendukung, tanah subur dan luas, tetapi masyarakat belum sejahtera. 

Hal itu juga sebagaimana disampaikan Presiden Terpilih Periode 2024–2029 Prabowo Subianto dalam bukunya. 

Hashim –yang juga merupakan adik Prabowo – mengatakan kondisi ini sangat berbeda dengan negara-negara dengan ekonomi besar seperti Rusia dan Arab Saudi yang Rusia yang hanya memiliki SDA, tetapi tidak didukung dengan kondisi cuaca dan iklim yang baik.  

“Indonesia punya semuanya, kita punya air, tanah, cahaya matahari, tetapi rakyat kita sebagian besar masih kurang [pada aspek] pendidikan, kurang kesehatan, kurang gizi dan kurang papan. Di sini paradoks Indonesia,” ujar Hashim dalam sambutannya secara daring di Dialog Nasional Program Makanan Bergizi, Sabtu (3/8/2024). 

Selain itu, Hashim menyinggung Korea Selatan yang memiliki iklim kurang kondusif, tanah tidak subur, dan tidak memiliki SDA, tetapi pendapatan per kapitanya 10 kali lebih besar dibandingkan Indonesia. 

Bahkan, kata Hashim, masalah dari paradoks Indonesia masih sama dari waktu ke waktu, salah satunya soal stunting. 

Berdasarkan pemberitaan saat itu, kata Hashim, tingkat stunting di Indonesia berada pada level 30% pada 2006. Angka stunting itu juga bervariasi di masing-masing daerah, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 56% dan Jawa Timur pada rentang 44% hingga 52%. 

Dengan demikian, pemerintah ke depan memiliki program memberikan makanan bergizi secara gratis, seperti untuk anak-anak sekolah dan ibu hamil.

(dov/frg)

No more pages