Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GIAA) Tbk Irfan Setiaputra mengaku belum lama ini bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait dengan pembahasan upaya penurunan harga tiket pesawat yang akan dilakukan melalui berbagai langkah efisiensi industri penerbangan.

Dalam pertemuan tersebut, Irfan menjelaskan kepada Luhut pentingnya melihat komponen-komponen lain yang memengaruhi harga tiket.

"Akan tetapi, kemudian [dalam pertemuan itu] saya yang ditanyain, saya sampaikan di balik harga tiket ada komponen lain, tolong juga dilihat. Kedua, ada ngomong soal efisiensi, oh monggo saya cuma menjelaskan sedikit efisiensi yang sudah kita lakukan, tetapi kalo itu dilihat kurang, ya monggo tolong bantu kita dilihat," jelas Irfan kepada Bloomberg Technoz, dikutip Jumat (12/7/2024).

Ilustrasi Garuda Indonesia dan Citilink. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Irfan kembali menggarisbawahi bahwa Garuda Indonesia telah melakukan berbagai langkah efisiensi sendiri, termasuk dengan memensiunkan dini sekitar 5.000 karyawan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, dia juga menyorotoi kenaikan biaya operasional lainnya akibat inflasi.

"Di inflasi itu kan adalah ke kenaikan gaji karyawan, salah satunya. [Tarif untuk sektor] yang lain-lain boleh naik; listrik boleh naik, tol bisa naik, kita [tarif batas atas/TBA maskapai] enggak pernah naik. Sudah 5 tahun loh kita enggak naik, padahal komponen dasarnya semua udah naik," ujarnya.

Dengan demikian, Irfan menekankan pentingnya untuk tidak mengaitkan langsung antara kebijakan tarif batas atas (TBA) maskapai penerbangan komersial dengan harga tiket pesawat.

"Permintaan kita sederhana, tolong di-review deh. Kita tahu posisinya, tetapi kan kemudian jangan dikaitkan TBA sama tiket," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menko Marves Luhut memaparkan salah satu evaluasi yang akan dilakukannya sebagai langkah untuk untuk efisiensi penerbangan dan penurunan harga tiket pesawat yakni, evaluasi operasi biaya pesawat dengan mempertimbangkan cost per block hour (CBH).

"CBH yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar, perlu diidentifikasi perincian pembentukannya. Kita juga merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut, berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan," jelas Luhut dalam keterangannya di akun Instagramnya @luhut.pandjaitan.

Selain itu, Luhut mengatakan mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute juga akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

Apalagi, pengaturan ini berdampak pada pengenaan dua kali tarif pajak pertambahan nilai (PPN), iuran wajib jasa raharja (IWJR), dan passenger service charge (PSC) bagi penumpang yang melakukan transfer atau ganti pesawat.

Untuk itu, mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang diharapkan dapat mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan.

Di sisi lain, Luhut menekankan pentingnya evaluasi peran kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan, yang seringkali luput dari perhatian, yang bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan harga TBA maskapai.

Pemerintah, jelasnya, juga akan mengkaji peluang insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk beberapa destinasi prioritas.

Pemerintah bahkan juga berencana untuk mengakselerasi kebijakan pembebasan bea masuk dan pembukaan lartas barang impor tertentu yang diperlukan untuk kebutuhan penerbangan, mengingat porsi perawatan pesawat mencapai 16% dari keseluruhan biaya setelah avtur.

"Terhitung sejak rapat ini dilakukan, seluruh langkah tersebut di atas selanjutnya akan dikomandoi langsung oleh Komite Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional. Mereka akan mengevaluasi secara detail harga tiket pesawat setiap bulannya," pungkas Luhut.

(prc/wdh)

No more pages