Bloomberg Technoz, Nusa Dua — Bank Indonesia menargetkan transaksi digital menggunakan BI Fast dapat dilakukan di 5 ekonomi utama Asean—RI, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina—mulai 2024.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doddy Budi Waluyo mengatakan sejauh ini kelima negara tersebut sudah menjajaki layanan interkonektivitas di sektor finansial melalui penerapan kode respons cepat standar Indonesia atau quick response Indonesian standard (QRIS).
Sejauh ini, penerapan QRIS secara efektif baru diberlakukan antara RI dengan Thailand. Per Februari 2023, BI mencatat transaksi warga Indonesia di Thailand menggunakan QRIS telah mencapai 14.555 kali dengan nilai Rp 8,54 miliar. Sebaliknya, transaksi warga Thailand di Indonesia via QRIS baru 492 kali senilai Rp 114 juta.
“QRIS baru kami sandingkan dengan Thailand. Kami juga sudah menggabungkan antara global payment system dengan penggunaan mata uang lokal. Sebentar lagi 4 negara lainnya akan menyusul. Pada 2024, kami akan gunakan BI Fast [untuk diinterkoneksikan ke negara Asean lain]. Nanti kita bisa lakukan itu dengan negara lain, sehingga konektivitas [finansial] bisa terjadi secara regional. [Ke depannya], kami juga akan interlink dengan kawasan lain di Asia Selatan, India, Jepang, bahkan Arab Saudi,” ujarnya dalam media briefing jelang pertemuan Asean Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) di Bali, Senin (27/3/2023) petang.
Pada 2024, kami akan gunakan BI Fast. Nanti kita bisa lakukan itu dengan negara lain, sehingga konektivitas [finansial] bisa terjadi secara regional.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doddy Budi Waluyo
Sekadar catatan, di Indonesia, transfer antarbank menggunakan layanan BI Fast dipatok senilai Rp2.500 per transaksi. Doddy tidak menyebut berapa biaya layanan transfer via BI Fast untuk transaksi lintas negara di Asean. Namun, tegasnya, pada prinsipnya Indonesia menginginkan agar lalu lintas pembayaran antarnegara lebih murah, transparan, dan cepat.
“Kita harus menghillangkan stigma bahwa transaksi antarnegara itu terlampau mahal, sangat selektif, dan tidak transparan,” tuturnya.

Terkait dengan rencana interkonektivitas sektor keuangan di Asean, BI—dan bank-bank sentral di 10 anggota Asean—belum lama ini menggandeng Bank of International Settlements (BIS) dalam rangka menghubungkan sistem pembayaran nasional mereka ke gerbang pembayaran lintas batas.
Bank Negara Malaysia dan BIS Innovation Hub dalam pernyataan bersama Kamis pekan lalu menyatakan rencana tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Eurosystem dengan Malaysia dan Singapura melalui prototipe Project Nexus, yang memungkinkan transfer dana instan antarnegara melalui ponsel.
BIS dan otoritas moneter Indonesia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia akan bekerja untuk membangun konektivitas pembayaran yang lebih luas karena jaringan ditingkatkan di lebih banyak negara di fase berikutnya, menurut pernyataan tersebut.
Bank sentral merangkul sistem pembayaran seluler untuk melakukan transfer uang lebih cepat dan lebih murah.
India dan Singapura pada Februari juga sudah menghubungkan sistem mereka, sehingga memungkinkan penduduk kedua negara mentransfer uang melalui ponsel hampir secara instan. Singapura meluncurkan kesepakatan serupa dengan Thailand pada 2021, dan sedang bekerja dengan Malaysia untuk proyek semacam itu.
Pada fase berikutnya, BNM, Bank Indonesia, Bangko Sentral ng Pilipinas, Otoritas Moneter Singapura dan Bank Thailand juga akan memanfaatkan pengalaman dari fase awal proyek untuk memungkinkan transfer ke seluruh populasi gabungan sekitar 500 juta orang, menurut pernyataan BIS.
(wdh/frg)