Bloomberg Technoz, Jakarta - Jepang pertama kali menerapkan suku bunga negatif pada Januari 2016. Kala itu, bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan dari 0,1% menjadi -0,1%.
Keputusan ini diambil untuk mengatasi deflasi yang berkepanjangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. BOJ berharap suku bunga negatif akan mendorong bank untuk meminjamkan lebih banyak uang, dan mendorong bisnis dan konsumen untuk berinvestasi dan membelanjakan lebih banyak.
"Kami sama sekali tidak akan mengubah sikap untuk mempertahankan kebijakan moneter yang mudah untuk saat ini. Kami tidak akan menaikkan suku bunga untuk saat ini," ungkap Gubernur BOJ kala itu, Haruhiko Kuroda, dalam jumpa pers setelah keputusan kebijakan tersebut.
Arti Suku Bunga Negatif
Dengan suku bunga negatif, Anda harus membayar bunga untuk menyimpan uang di bank alih-alih menerimanya. Ini adalah alat kebijakan radikal yang diterapkan oleh bank sentral di Eropa pada tahun 2010-an untuk melawan penurunan harga.
Untuk BOJ, program suku bunga negatif hanya diterapkan pada sebagian kecil simpanan yang disimpan bank swasta di BOJ. Simpanan ritel tidak terkena kebijakan ini.
Tujuannya adalah mendorong bank menggunakan dana mereka untuk bekerja melalui pinjaman. Program ini ditambahkan ke pembelian aset keuangan agresif BOJ untuk membanjiri perekonomian dengan uang.
Alasan Jepang Menerapkan Suku Bunga Rendah
Sejak Jepang menerapkan kenaikan pajak konsumen, inflasi terus turun hingga menyentuh angka 0,2% pada Desember 2015. Angka tersebut jauh dari target inflasi Jepang kala itu, yaitu sebesar 2%.
Selain masalah deflasi, pertumbuhan ekonomi Jepang sangat lambat selama beberapa tahun terakhir. Pada kuartal I-2015, ekonomi Jepang mencatatkan pertumbuhan negatif. Sedangkan di kuartal III-2015, pertumbuhan ekonomi Jepang naik tipis menjadi 1,5%.
Utang publik tinggi di Jepang juga menjadi salah satu alasan pemerintah Jepang ingin menjaga suku bunga tetap rendah. Diketahui, utang publik Jepang sekitar 250% dari produk domestik bruto (PDB).
Apakah Berhasil?
Dalam kasus Jepang, kebijakan ini mungkin telah membantu, bersama dengan pembelian aset oleh BOJ, untuk mencegah deflasi yang lebih dalam pada perekonomian.
Tetapi pada akhirnya, butuh guncangan pasokan selama pandemi Covid-19 dan dampak dari perang Rusia di Ukraina untuk memicu kenaikan tajam biaya impor energi, bahan material, dan makanan yang membawa inflasi nasional melampaui target 2% bank sentral.
BOJ adalah bank sentral terakhir di dunia yang mempertahankan kebijakan suku bunga negatif. Penggunaan jangka panjangnya memotong keuntungan bank dan membantu menurunkan nilai yen karena bank sentral lain menaikkan suku bunga, sehingga mengurangi daya tarik relatif mata uang Jepang.
Yen yang lemah semakin memicu kenaikan biaya impor, membebani konsumen karena gaji mereka tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya hidup.
Negara-negara dengan Suku Bunga Negatif
Sebelum Jepang, sejumlah negara di dunia telah menganut kebijakan suku bunga negatif. Beberapa di antaranya adalah Swiss, Denmar, Swedia, dan Uni Eropa.
Bank Sentral Eropa menurunkan suku bunga deposito pertama pada Juni 2014, menjadi -0,1% dan terakhir pada Desember 2015 menjadi -0,3%.
Jepang Akhiri Suku Bunga Negatif
Dalam rapat yang berlangsung lebih lama dari biasanya pada Selasa (19/3/2024), BOJ akhirnya mengambil keputusan bersejarah dengan mengakhiri kebijakan bunga negatif.
Ini adalah keputusan fenomenal karena untuk pertama kalinya sejak 2007, Jepang akhirnya menaikkan bunga acuan mereka. Dalam keputusan yang diumumkan, BoJ yang dipimpin oleh Kazuo Ueda memutuskan, bunga acuan Jepang kini di kisaran 0%-0,1%.
BoJ juga akan mengakhiri pengendalian kurva imbal hasil (yield curve control/YCC) dan menghentikan pembelian ETF serta J-REIT.
Namun, BoJ menyatakan masih akan melanjutkan pembelian surat utang pemerintah (JGB) dengan nilai yang sama seperti sebelumnya. Sementara untuk obligasi komersial dan korporat, BoJ berencana mengurangi pembelian.
Keputusan kenaikan bunga diambil melalui pengambilan suara yang dimenangkan dengan skor 7:2 di mana anggota Dewan Gubernur BoJ Nakamura dan Noguchi mengambil posisi berbeda.
Ekspektasi BOJ bahwa inflasi akan naik di atas 2% juga dipicu oleh permintaan serikat pekerja Jepang untuk menaikkan upah. Mereka telah mengumumkan hasil putaran pertama untuk negosiasi upah tahunan yang melebihi ekspektasi.
Upah tercatat naik menjadi 5,28% di 2024, yang merupakan kenaikan tertinggi dalam 33 tahun terakhir. Kenaikan upah diharapkan dapat meningkatkan belanja rumah tangga dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan ini dapat mendorong inflasi menjadi lebih tinggi.
(del/hps)