Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, data inflasi AS juga memperlihatkan tekanan harga di negeri itu masih belum jinak, menaikkan lagi spekulasi bahwa pengetatan moneter The Fed akan berlanjut. 

Hindari FOMO

Dalam sekejap pasar kembali lagi mendapatkan pijakan kepastian, sesuatu yang krusial bagi para pemodal. Indeks saham kembali rebound. Aset-aset yang dinilai berisiko kembali diburu, termasuk Surat Berharga Negara (SBN) terbitan pemerintah Indonesia. 

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama 2023 (Bloomberg)

Dalam situasi penuh turbulensi dan volatilitas tinggi, bagaimana sebaiknya seorang investor bersikap? Tetap tenang mungkin nasihat yang terlalu klise. Namun, prinsip ketenangan penting untuk selalu diingat agar seorang investor tidak terjebak panic selling yang bisa malah merugikan portofolionya. 

Warren Buffet, investor legendaris yang terkenal dengan pendekatan value investing, pernah berucap bahwa seorang investor yang sukses tidak terlalu peduli antara “bersama” atau “melawan” arus pasar. Pasalnya, pasar saham selalu dan akan terus volatile. Akan menjadi kesalahan bila investor mudah terombang-ambing karena tidak memiliki tujuan dan fokusnya sendiri, demikian seperti dilansir oleh Investopedia.

Ketika seorang pemodal telah menggenggam aset, katakan saham, yang dia nilai secara objektif masih prospektif memberikan keuntungan pada masa depan; maka saat harganya anjlok, dia akan memanfaatkan momentum itu untuk memborong di harga diskon.

Ini akan berbeda bila seseorang tidak memahami apa yang dia beli dan tidak tahu seperti apa prospek nilai aset yang dia pegang. Ketika terjadi panic selling, mereka yang tidak memiliki fokus jelas, akan mudah terseret arus.

Ketika pasar tengah tertekan dan aksi jual massal terjadi, keputusan untuk tetap bertahan atau ikut keluar akan sangat bergantung pada penilaian atas prospek aset tersebut dan sampai sejauh mana toleransi risiko atas penurunan nilai bisa ditanggung pemodal. Di sini, menjadi penting bagi seorang investor maupun trader jangka pendek memiliki rencana investasi ataupun rencana trading (trading plan)

Cari yang cuan kala bunga tinggi

Menyusul inflasi yang tak jua jinak di Amerika, bank sentral paling berpengaruh di dunia The Fed diperkirakan masih akan menerapkan kebijakan moneter ketat. Dampaknya, aset-aset di pasar negara berkembang seperti Indonesia menjadi kurang menarik dibandingkan dengan aset di negara maju seperti Amerika. 

Di sisi lain, bunga tinggi negara maju akan berpengaruh juga terhadap ekspektasi bunga acuan domestik. Walau BI sudah memberi sinyal akan mempertahankan bunga di level sekarang sepanjang tahun, tetapi ketika Fed memberi indikasi lebih hawkish, pengaruh ke pasar domestik pasti tidak kecil.

Ada beberapa pilihan investasi yang bisa menjadi pertimbangan di tengah ketidakpastian yang masih tinggi seperti sekarang.

1. Investor konservatif

Bagi pemodal konservatif, menghadapi volatilitas pasar adalah sebuah siksaan. Seorang investor konservatif rela mendapatkan imbal hasil yang sedang-sedang saja, bahkan mungkin rendah, selama pokok modal yang ia investasikan tetap aman. Bagi si konservatif, saat ini ada banyak sekali pilihan menarik untuk mendulang cuan. 

Pertama, deposito bank. Selama masih masuk kategori penjaminan LPS, dana nasabah deposito bakal aman-aman saja. Untuk deposito rupiah, batas penjaminan adalah 4,25% untuk bank umum dan 6,75% untuk simpanan di BPR. 

Kedua, sukuk ritel. Pemerintah saat ini tengah menawarkan sukuk ritel SR018 yang dirilis dalam dua tranches yaitu SR018-T3 bertenor 3 tahun dengan kupon 6,25% dan SR018-T5 dengan kupon 6,4%. 

Dengan proyeksi inflasi tahun ini di kisaran 3%—4% dan peluang melandai ke depan, kupon itu jelas memberi untung. Setidaknya dana Anda tetap tumbuh di atas inflasi. Selain itu, karena masuk kategori Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), risiko default juga mini dengan fundamental ekonomi RI yang masih menjanjikan.

2. Investor moderat

Pemodal dengan profil moderat tidak keberatan bila harus menanggung kerugian dalam batas tertentu karena mengharapkan juga kenaikan nilai lebih tinggi daripada rata-rata. Di tengah ketidakpastian yang masih tinggi dan ancaman bunga yang terus naik, ada beberapa yang bisa dipertimbangkan oleh investor dengan profil risiko moderat.

Exchange Trade Fund (ETF). Instrumen investasi ini cocok bagi investor pemula yang masih terlalu gamang masuk ke saham secara langsung tapi berhasrat menyicipi keuntungan segurih saham. Kinerjanya juga lumayan terlebih bila dibandingkan dengan reksa dana saham yang tahun lalu sangat buruk. Tingkat return bisa di atas 10% setahun, lebih bagus daripada deposito. Namun, risikonya masih lebih tinggi saham.

Reksa dana indeks juga bisa dipertimbangkan untuk indeks dengan underlying saham bagi yang mencari imbal hasil lebih tinggi yang setara risikonya juga. Adapun reksa dana indeks dengan aset dasar obligasi bisa dipilih bagi yang mencari risiko lebih rendah.

“Memilih reksa dana indeks tidak berbeda dengan instrumen lain, sesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan,” saran Edbert Suryajaya, Vice President and Head of Product, Research and Consulting Services Infovesta Utama.

3. Investor agresif

Bagi investor agresif, saham tetap yang terbaik terutama untuk mendukung tujuan keuangan jangka panjang. Dengan tren bunga tinggi, sektor properti mungkin kurang menarik. Menurut analis, jelang kedatangan hari raya, saham sektor consumer goods bisa jadi pilihan. 

Lebih dari itu, dalam memutuskan berinvestasi di sebuah aset, jadikan saran dan rekomendasi sebagai referensi saja. “Selalu lakukan analisis sendiri terhadap perusahaan [atau instrumen investasi] di mana kita akan berinvestasi. Tip bisa membantu tergantung pada reliabilitas sumber tapi kesuksesan investasi jangka panjang membutuhkan riset yang mendalam,” demikian saran dari Investopedia.

(rui/wdh)

No more pages