Logo Bloomberg Technoz

"Ada juga ketua harian Menteri ESDM, dan dari BRIN, hingga Menteri dan Kepala Lembaga terkait," ujar Djoko.

Struktur Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO)./dok. DEN

Sejatinya, amanat pembentukan NEPIO tersebut juga telah tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 250/2021. Beleid itu mengamanatkan pembentukan NEPIO ini sebagai salah satu syarat pengkomersialisasian nuklir di dalam negeri.

Syarat itu sesuai dengan titah lembaga atom internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA).

Pemerintah bersama DPR sendiri kini tengah menggodok Revisi Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), yang bakal disahkan pada tahun ini.

Salah satu poin dalam revisi tersebut yakni nantinya energi nuklir bakal setara dengan energi lain untuk digunakan sebagai basis energi ketahanan nasional, dari sebelumnya yang hanya sebagai 'opsi terakhir'.

Ilustrasi energi nuklir. (Dok: Bloomberg)

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut Indonesia makin serius memanfaatkan nuklir, tidak hanya untuk pembangkit listrik pada 2032, tetapi juga untuk terapi medis hingga produksi pangan.

Dalam kaitan itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan riset dan pengembangan nuklir yang sedang dilakukan di Indonesia saat ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu; berbasis reaktor dan berbasis akselerator.

“Untuk yang berbasis reaktor, ada dua pemanfaatannya yaitu untuk PLTN dan produksi radioisotop atau radiofarmata untuk kesehatan,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, akhir November.

Sementara itu, sambungnya, nuklir berbasis akselerator akan dimanfaatkan untuk iradiasi pangan maupun kebutuhan industri alat kesehatan, seperti untuk terapi onkologi. “Tentu bisa juga untuk produksi radioisotop.”

Khusus untuk nuklir berbasis reaktor, Tri menyebut pemerintah memiliki beberapa rencana prioritas yang mencakup revitalisasi fasililtas-fasilitas reaktor nuklir BRIN yang sudah berusia cukup tua.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sebelumnya sudah memastikan akan memulai operasi komersial pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2032, lebih cepat dari target awal pada 2039.

"Pengembangan tenaga nuklir direncanakan menjadi komersial pada 2032 [dengan kapasitas 500 MW]. Lalu, kapasitasnya akan ditingkatkan hingga 9 gigawatt (GW) pada 2060," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Dirjen Gatrik) Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu dalam rapat dengar pendapat bersama DPR di Kompleks Parlemen, medio November.

Jisman mengatakan rencana tersebut disusun, menyusul perkiraan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia yang akan terus meningkat sebesar 3,6%—4,2% pada 2024 hingga 2060, yang tertuang dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN).

DEN menyebut rencana lokasi utama untuk membangun PLTN perdana itu di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, yang juga bakal menggunakan bahan baku radioaktif thorium.

(ibn/wdh)

No more pages