Logo Bloomberg Technoz

Laju inflasi inti pada Februari 2023 tercatat 3,09% year-on-year (yoy). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 3,27% yoy.

Terkait dengan itu, Bank Indonesia (BI) masih yakin bahwa keputusan mempertahankan suku bunga di 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2023 sudah layak. 

“Kami meyakini suku bunga kebijakan BI 7 Day Reverse Repo Rate yang sekarang 5,75% setelah kenaikan 225 basis poin (bps) sejak Agustus 2022 sudah memadai untuk memastikan inflasi inti ke kisaran 3 plus minus 1% pada semester I-2023 dan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) kembali menurun ke sasaran 3 plus minus 1% pada semester II-2023,” tegas Perry Warjiyo, Gubernur BI, pekan ini.

Mengutip riset Bank Danamon, dinamika global dan domestik menyebabkan risiko terhadap keputusan BI mempertahankan suku bunga. Meski inflasi inti menurun, tetapi berbagai data lainnya menunjukkan masih terjadi tekanan kenaikan harga.

“Berdasarkan laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) terbaru, dunia usaha masih menaikkan harga jual produk mereka meski dalam laju yang melambat. PMI masih berada di zona ekspansi yaitu 51,2 pada Februari 2023, karena dukungan permintaan domestik. Jadi, ada kemungkinan dunia usaha bisa terus menaikkan harga, apalagi menjelang Ramadan-Idul Fitri,” jelas riset Danamon.

Ditambah lagi, lanjut riset Danamon, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) masih mengambil posisi hawkish. Inflasi AS masih ‘panas’. Inflasi inti menurut Personal Consumption Expenditure (yang menjadi acuan The Fed) masih berada di 4,7% yoy pada Januari 2023, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang 4,4% yoy. 

Dengan demikian, The Fed hampir pasti akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebanyak 25 bps dalam rapat bulan ini adalah 69,4%. Sedangkan peluang kenaikan 50 bps adalah 30,6%.

“Pasar awalnya berekspektasi puncak suku bunga (terminal rate) The Fed ada di 5%, tetapi sekarang semua berbalik. Persepsi terminal rate yang lebih tinggi membuat arus modal keluar dari negara berkembang, perlahan kembali ke negara maju,” tulis riset Danamon.

Sepanjang bulan lalu, Danamon mencatat arus modal keluar bersih (net outflows) dari Indonesia mencapai US$ 22 juta. Hasilnya, rupiah melemah 1,7% sepanjang Februari 2023. Jika pasar memperkirakan terminal rate The Fed semakin tinggi, maka tekanan terhadap rupiah akan kian bertambah.

Oleh karena itu, Danamon punya 2 skenario yang bisa membuat BI melanjutkan kenaikan suku bunga acuan. Pertama adalah inflasi inti tidak kunjung turun seperti yang diharapkan dan kedua tekanan terhadap rupiah semakin besar. 

“Jika dua risiko ini terwujud, maka BI masih punya ruang untuk menaikkan suku bunga acuan 50 bps dari level yang sekarang,” tulis riset Danamon.

(aji/wdh)

No more pages