Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz-Sekjen Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengungkapkan berkaca dari dugaan perlakuan intimidatif para debt collector perusahaan pinjol AdaKami,  pihaknya telah memiliki prosedur pengawasan kode etik untuk menertibkan para penagih.

Saat terjadi pelanggaran kode etik, maka asosiasi akan memberi tanda yang bersangkutan.  “Biasanya kami melakukan flagging, bahwa DC melakukan [pelanggaran] kode etik dan sudah pasti melanggar sertifikasi, jadi kita flag,” kata Sunu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/9/2023). 

Sunu menambahkan, flagging adalah skema pengawasan asosiasi kepada debt collector yang biasa bekerja sama dengan perusahaan fintech P2P lending ataupun berstatus sebagai karyawan pinjol. Jika terjadi pelanggaaran atau bekerja di luar ketentuan, DC akan kesulitan mendapatkan pekerjaan serupa. 

“Kalau terjadi penghentian [PHK] kami pastikan DC tersebut tidak akan direkrut oleh anggota AFPI yang lain, karena kami tidak ingin industri ini tercemari oleh orang tersebut,” kata Sunu. Hingga saat ini, tambah Sunu, terdapat 14 ribu DC yang ada di bawah naungan anggota AFPI. 

Dalam kesempatan yang sama, Bernardino Moningka Vega Direktur Utama AdaKami, menyebutkan, perusahaan memiliki sekitar 400 DC, dimana 80%-90% merupakan karyawan internal. Sisanya adalah  pihak ketiga atau vendor yang bekerja sama untuk melengkapi tim internal tersebut.

Dino  menegaskan, pihaknya tidak pernah memiliki field collector atau penagih hutang yang ada di lapangan. “Kami hanya punya debt collection cuman di telpon, kalau ada didatangi ke rumah itu bukan AdaKami,” ucapnya. 

Tim penagih yang ada di AdaKami, lanjut Dino, juga diseleksi dan harus memiliki sertifikasi sebagaimana ketentuan yang berlaku di AFPI.

“Setiap DC harus sertifikasi. Kalau ada yang melamar tidak ada sertifikasi, ada waktu sebulan untuk men-training DC,” imbuhnya. 

Sebelumnya, dalam sebuah postingan yang menyertakan tangkapan layar pesan diduga dari oknum DC AdaKami, memperlihatkan komunikasi penagihan secara intimidatif. AdaKami menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan dan berjanji untuk menangani kasus penagihan tidak patut ini.

Terkait kabar adanya order fiktif melalui layanan jasa ojek online, AdaKami membantahnya dan dikalim bukan menjadi bagian dari prosedur perusahaan atau tidak memiliki keterkaitan apapun dengan layanan milik AdaKami.

“Kami mengajak masyarakat, terutama para nasabah AdaKami, untuk aktif dalam mengumpulkan bukti bukti yang lengkap dan melaporkan tindakan penagihan yang dianggap melanggar norma-norma etika kesopanan,” tulis AdaKami.

Sebelumnya tersiar kabar melalui media sosial Twitter bahwa AdaKami melakukan order fiktif. Berlangsung pertama kali pada 13 Agustus, kemudian berlanjut hingga empat hari berikutnya secara berturut-turut.

(mfd/wep)

No more pages