Kerusuhan terus berlanjut bahkan setelah Presiden Iran Masoud Pezeshkian berusaha menenangkan demonstran pada Selasa, berjanji akan merevisi rencana kenaikan pajak dan menyebut tuntutan perubahan adalah "legal." Meski terkenal otoriter, negara ini memiliki sejarah gerakan protes nasional—yang terakhir pada 2019 dan 2022.
Di Teheran, rekaman media sosial pada Rabu menunjukkan toko-toko tutup dan kerumunan di sekitar Grand Bazaar, tempat gelombang pertama protes dimulai akhir pekan lalu, meski ada petugas keamanan yang kuat.
Video yang diklaim berasal dari Selasa malam tampaknya menunjukkan polisi antihuru-hara bertopeng bergerak di area pasar dan menggunakan tongkat untuk memaksa toko tutup dan membubarkan kerumunan.
Surat kabar Shargh yang berbasis di Teheran melaporkan setidaknya empat mahasiswa ditahan pada Selasa selama demo di Universitas Teheran. Surat kabar itu juga mengatakan seorang jurnalis politik dari surat kabar reformis Etemad ditangkap saat meliput demo pada Senin di Grand Bazaar Teheran dan dibebaskan pada Rabu.
Kerusuhan ini terjadi di tengah ancaman baru dari AS dan Israel terhadap Iran. Presiden AS Donald Trump pada Senin memperingatkan adanya potensi serangan, setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Alasannya, mereka khawatir Teheran sedang membangun kembali program nuklirnya dan memperluas kemampuan rudal balistiknya, setelah serangan gabungan AS-Israel pada Juni.
Menteri Luar Negeri Iran membalas retorika Trump dalam surat yang dirilis pada Rabu. Abbas Araghchi memperingatkan tentang "konsekuensi berbahaya" dan mengatakan Teheran "tidak akan ragu untuk memberikan respons yang tegas dan yang akan disesali [Trump] terhadap setiap tindakan agresi."
(bbn)






























