Logo Bloomberg Technoz

“Sebagai gambaran, meski kuota 2025 tinggi, realisasi hingga akhir tahun diperkirakan hanya sekitar 300 juta ton. Jika target 2026 dipatok 250 juta ton, maka pasokan riil akan benar-benar terbatas,” ungkap dia.

Produsen nikel terbesar di dunia./dok. Bloomberg

Dihubungi terpisah, Ketua Badan Kejuruan Pertambangan Perhimpunan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli mencatat produksi nikel global dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Pada 2023, produksi nikel olahan berada di level 3,4 juta ton, 2024 di angka 3.5 juta ton, serta produksi nikel pada 2025 diprediksi mencapai 3.8 juta ton. 

Dia mengkalkulasi tingkat pertumbuhan per tahun selama rentang periode tersebut (CAGR) nikel mencapai 4,2%.

Sementara itu, pada 2026, dia memprediksi produksi nikel mencapai 4 juta ton sehingga surplus global berpotensi mencapai 260.000 ton.

“Hal ini banyak dipengaruhi oleh pengurangan penggunaan LFP baterai untuk kendaraan listrik. China sendiri lebih fokus mengembangkan LFP dibandingkan dengan baterai yang berbasis nikel karena harganya yang lebih murah, hal ini menyebabkan penggunaan Nikel untuk kendaraan listrik makin berkurang,” kata Rizal ketika dihubungi, Kamis (18/12/2025).

Adapun, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membeberkan produksi bijih nikel mentah dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2026 diajukan sekitar 250 juta ton, turun drastis dari target produksi dalam RKAB 2025 sebanyak 379 juta ton.

Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menjelaskan rencana produksi bijih mentah tersebut ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini demi menjaga harga nikel agar tidak makin turun.

“Rencana pemerintah gitu [produksi bijih nikel dalam RKAB 2026 sebanyak 250 juta ton]. Rencana ya. Namun, kan saya enggak tahu realisasinya,” kata Meidy ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025).

“Biar harga naik dong. Kalau produksi terlalu over kan harga pasti turun ya,” tegas Meidy.

Di sisi lain, pembatasan produksi tersebut juga dibarengi dengan pengetatan izin smelter baru yang hanya memproduksi produk antara atau intermediate.

Kementerian Perindustrian mengonfirmasi telah memperketat penerbitan IUI smelter nikel standalone—atau yang tidak terintegrasi dengan tambang — baik jenis pirometalurgi maupun hidrometalurgi.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Setia Diarta menjelaskan hal tersebut sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015—2035 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 14/2015.

Setia mengungkapkan dalam beleid tersebut diatur bahwa untuk pada 2025—2035, hilirisasi nikel di Indonesia tidak lagi diolah hingga kelas dua yakni NPI, FeNi, nickel matte, MHP; melainkan pada produk yang lebih hilir seperti nickel electrolytic, nickel sulphate, dan nickel chloride.

“Sesuai RIPIN PP No. 14/2015, untuk target industri pengolahan dan pemurnian nikel tahun 2025—2035 bukan lagi pada nikel kelas 2,” kata Setia ketika dihubungi.

Nikel dilego di harga US$14.392/ton pada di London Metal Exchange (LME) hari ini, menguat tipis 0,9% dari penutupan Rabu.

Harga nikel sempat mencapai rekor di atas US$100.000 per ton pada Maret 2022 akibat short squeeze pasar, tetapi sejak itu harga menurun tajam.

Sepanjang 2024, harga menyentuh rekor terendah dalam 4 tahun terakhir setelah sebelumnya diproyeksikan mencapai US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton, menurut lengan riset dari Fitch Solutions Company, BMI.

Gejala ambruknya harga nikel sudah terdeteksi sejak 2023. Rerata harga saat itu berada di angka US$21.688/ton atau terjun bebas 15,3% dari tahun sebelumnya US$25.618/ton. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.

(azr/wdh)

No more pages