Tercatat ada pelemahan 364 saham, dan sebanyak 294 saham terjadi penguatan. Sisanya 141 saham stagnan.
Saham–saham Konsumen non primer, saham energi, dan saham teknologi menjadi pemberat IHSG sepanjang hari dengan melemah 2,16%, 1,05%, dan 0,7%, diperberat lagi oleh penurunan saham perindustrian sebesar 0,58%.
Adapun saham–saham Konsumen non primer yang tertekan adalah, saham PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) ambles 9,84%, saham PT MD Entertainment Tbk (FILM) drop 9,81%, dan juga saham PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) jatuh 3,36%.
Tren negatif juga terjadi pada saham LQ45 berikut, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) melemah 3,44%, dan juga saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) turun 3,25%.
Adapun saham PT Bumi Resources Tbk (SCMA) ambles mencapai 2,93%, disusul oleh saham PT Surya Citra Media Tbk (BUMI) ambles 2,87%, dan saham PT XLSmart Tbk (EXCL) drop 2,08%.
Bursa Saham Asia juga tengah bervariasi (mixed) pada perdagangan siang hari ini. Indeks Kospi jatuh 1,14%, NIKKEI 225 drop 1%, Strait Times Singapore merah 0,23%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,22%, sedang, Shanghai Composite melesat 0,43%, SENSEX India menghijau 0,06%, dan juga FTSE Malaysia KLCI terapresiasi 0,06%.
Investor gelisah terhadap pelemahan rupiah di level Rp16.722/US$ di pasar spot berdasarkan data Bloomberg, setelah menembus level supportnya Rp16.700/US$.
Pelemahan tersebut menyeret rupiah ke level terendah dalam hampir satu bulan, tertekan oleh arus keluar yang berlanjut dari pasar keuangan Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana global mencatatkan penjualan bersih obligasi Indonesia mencapai sebesar US$51,1 juta pada 16 Desember.
Biarpun Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada Rabu, “Rupiah masih menghadapi tekanan dari risiko fiskal serta selisih imbal hasil yang sempit dibanding AS,” tulis Lloyd Chan, FX Strategist di MUFG, dalam sebuah catatan, mengutip Bloomberg News.
Riset MUFG memproyeksikan USD/IDR akan bergerak di rentang Rp16.700–Rp17.000/US$ sepanjang tahun 2026, serta menilai defisit APBN berpotensi meningkat hingga mendekati 2,9% dari PDB pada tahun depan, mendekati batas atas 3%.
(fad)































