Selain pengaturan area pengantaran, BGN juga memperketat persyaratan sopir operasional SPPG. Sopir harus merupakan tenaga profesional yang memang berprofesi sebagai pengemudi, bukan sopir lepas atau pengganti sementara, serta memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sesuai dan kompetensi mengemudikan kendaraan manual maupun otomatis.
“Tidak cukup hanya punya SIM A. Sopir harus benar-benar menguasai kendaraan dan menjadikan mengemudi sebagai profesi utama,” tegas Nanik.
BGN juga menetapkan kriteria kepribadian dan kesehatan sopir operasional SPPG. Sopir wajib memiliki rekam jejak yang baik, tidak pernah terlibat penyalahgunaan narkoba, serta berada dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Jika SOP tersebut diabaikan dan terjadi pelanggaran, BGN tidak segan merekomendasikan penghentian sementara operasional SPPG.
Kepala SPPG Wajib Awasi Distribusi SPPG
Dalam kesempatan itu, Nanik juga menyoroti peran Kepala SPPG yang dinilai krusial dalam pengawasan distribusi MBG. Kepala SPPG diwajibkan mengatur jam kerja tim, memastikan keberadaan pengawas saat pengantaran, serta bertanggung jawab penuh atas pergerakan kendaraan dan sopir.
“Kasus kemarin terjadi karena Kepala SPPG tidak mengetahui keberadaan sopir saat pengantaran. Ini tidak boleh terulang. Kepala SPPG harus bisa dihubungi dan memastikan makanan sampai dengan aman,” ujarnya.
Lebih lanjut, BGN menegaskan bahwa perekrutan dan pergantian sopir operasional menjadi tanggung jawab Kepala SPPG bersama mitra dan yayasan. Seluruh SOP wajib dipatuhi oleh setiap SPPG, karena jika terjadi insiden fatal, sanksi tidak hanya berlaku bagi sopir, tetapi juga dapat berujung pada pemberhentian Kepala SPPG serta penghentian operasional SPPG terkait.
(dec/spt)





























