Karena sebagian besar arus masuk disumbang oleh dana pasif, ada harapan bahwa kembalinya manajer investasi aktif dapat mendorong pemulihan selanjutnya.
"China telah berbalik arah, terbukti lebih tangguh, dan investor kini semakin merangkul China yang 'layak investasi' yang menawarkan diversifikasi dan inovasi," papar George Efstathopoulos, manajer portofolio Fidelity International dari Singapura. "Saya lebih cenderung membeli saham China saat ini."
Investor asing khusus jangka panjang membeli sekitar US$10 miliar saham di daratan China dan Hong Kong hingga November tahun ini, menurut data dari Morgan Stanley, pembalikan dari arus keluar sebesar US$17 miliar tahun 2024. Arus masuk ini sepenuhnya didorong oleh investor pasif, yang melacak indeks, sementara manajer investasi aktif menarik sekitar US$15 miliar.
Alasan utamanya karena banyak investor aktif—yang mengandalkan pemilihan saham—masih belum mampu melepaskan kekhawatiran bertahun-tahun akan perlambatan ekonomi dan tindakan keras Beijing yang tiba-tiba terhadap sektor swasta. Meski otoritas telah mengambil sikap yang lebih ramah bisnis tahun ini, stimulus masih belum memenuhi ekspektasi investor.
Beberapa manajer investasi global mengatakan ambang batas investasi di China tetap tinggi, terutama karena pasar AS juga berkinerja baik, kata Winnie Wu, Kepala Strategi Ekuitas Asia Pasifik Bank of America, yang secara rutin bertemu investor untuk membahas pandangan mereka terhadap pasar.
Namun, dia mengatakan bahwa peningkatan pendapatan dan pemulihan dari masalah deflasi kronis China mungkin akan mengubah arah pasar.
"Langkah selanjutnya dari reli China akan didorong oleh dana global," ujarnya.
Slow Bull
Argumen bullish untuk saham-saham China didasarkan pada optimisme atas kelas baru raksasa teknologi yang sedang berkembang di bidang semikonduktor, bioteknologi, dan robotika, serta harapan bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia ini akhirnya akan terbebas dari tekanan deflasi.
Gema seputar kecerdasan buatan (AI) memacu lonjakan besar pada saham seperti Cambricon Technologies Corp dan Alibaba Group Holding Ltd. Namun, sektor-sektor yang tertinggal dari pasar luas tahun ini, terutama sektor konsumer, juga berpotensi mengalami rebound.
"Peluangnya terletak pada saham-saham yang terdampak oleh upaya stabilisasi ekonomi, alih-alih reflasi," jelas Andrew Swan, Kepala Ekuitas Asia di luar Jepang Man Group. "Jika reflasi menjadi fase selanjutnya bagi China, ada banyak peluang di sana."
Investor juga melihat saham China masih murah dibandingkan dengan saham-saham global lainnya. Indeks MSCI China, yang melacak saham-saham yang terdaftar di China daratan dan Hong Kong, diperdagangkan 12 kali lipat pendapatan berjangka, dibandingkan dengan 15 kali lipat MSCI Asia dan 22 kali lipat S&P 500.
Peringatan: Investor sebaiknya tidak mengharapkan tingkat pengembalian yang sama tahun depan. Skenario dasar Nomura Holdings Inc untuk MSCI China menyiratkan kenaikan sekitar 9% dari harga saat ini. Morgan Stanley juga memperkirakan kenaikan sekitar 6% dari level saat ini.
Beberapa pihak berpendapat bahwa investor asing bukanlah hal yang wajib bagi reli saham China. Aksi beli yang sedang dilakukan reksa dana lokal dan meningkatnya permintaan dari perusahaan asuransi menyusul dorongan regulasi awal tahun ini juga berkontribusi.
Keinginan Beijing untuk menciptakan pasar bullish yang lambat berarti dana-dana terkait negara yang dikenal sebagai "tim nasional" juga siap membeli saham selama periode yang bergejolak.
Namun, harapan besar datang dari simpanan negara. Rumah tangga memiliki sekitar US$23 triliun deposito. Karena krisis real estat yang berkepanjangan menimbulkan penderitaan dan produk-produk pendapatan tetap menawarkan imbal hasil yang minim, banyak investor berpikir tumpukan uang tunai ini akan membantu mendorong pasar lebih tinggi.
"Apakah ada perbaikan sentimen dari investor domestik di pasar mereka sendiri?" kata Florian Neto, kepala investasi Asia di Amundi. "Jika ada konfirmasi atas perbaikan ini, pasar akan terus melambung."
(bbn)




























