"Kalau misalkan kebijakan KLM (insentif likuiditas makroprudensial) tidak diarahkan kepada sektor-sektor yang padat karya, ataupun yang tadi mengalami tekanan akibat tarif resipokal dari AS, artinya kan kebijakannya BI kemana? kebijakan pemerintahnya kan harusnya menyasarnya kepada sektor padat karya, karena itu yang menjadi permasalahan kita," ungkap Josua dalam agenda PIER Economic Outlook di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Selain itu, menurut Josua, revisi UU PPSK tersebut juga menegaskan kebijakan BI kini tidak bisa diterapkan secara bebas tanpa arah yang jelas.
BI tetap dapat memberikan relaksasi seperti penurunan Giro Wajib Minimun (GWM), namun harus menyertakan panduan agar perbankan menyalurkan kredit sesuai sektor prioritas.
"Jadi BI memberikan guidance bahwa sebaiknya perbankan memberikan menyalurkan kreditnya kepada sektor-sektor ini, padat karya, lalu juga misalkan perumahan yang memiliki sektor ikutannya banyak, artinya sektor lainnya juga banyak, artinya yang berdampak juga pada ekonomi-ekonomi kita jangan panjang," tegasnya.
Ia menilai ketentuan ini memperkuat koordinasi antara BI dan pemerintah melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), sekaligus memberi kepastian kepada pelaku pasar.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengakui wakil rakyat bersama pemerintah berniat mengubah peran Bank Indonesia kembali seperti ketika era Orde Baru. Hal ini akan segera diwujudkan melalui revisi UU PPSK.
"BI akan menjadi bank sentral yang di zaman Orde Baru dulu. Peran pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja itu nyata," kata Misbakhun di BEI, Rabu (3/12/2025).
Dia menjelaskan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berambisi merealisasikan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%. Untuk mencapai target tersebut, maka dibutuhkan mesin sumber pertumbuhan ekonomi yang tidak semata hanya dari fiskal, melainkan juga dorongan dari kebijakan di sektor moneter.
"Maka kami memberi penguatan penuh, bagaimana peran bank sentral mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami beri penguatan karena bank sentral pilihannya dua, pro-growth dan pro-stability," papar dia.
Menurut dia, revisi UU PPSK dilakukan untuk menyempurnakan regulasi di sektor keuangan, termasuk bank sentral. Kendati demikian, dia mengklaim tak akan mengganggu independensi bank sentral.
































