"Apakah perlu meninjau UU saat ini untuk menangani kasus-kasus semacam ini? Jawabannya ya," ujarnya pada Selasa, seraya menambahkan bahwa pemerintah akan menentukan secara spesifik setiap revisi.
Polisi telah menyelidiki para pria tersebut berdasarkan Pasal 377B Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP), yang mengkriminalisasi "hubungan seksual yang melawan kodrat" dan mengancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan cambuk.
Kasus ini muncul di tengah lonjakan konservatisme agama di Malaysia. Anwar sebelumnya menyatakan negara itu tidak akan pernah mengakui hak-hak LGBTQ, sementara partai oposisi Pan-Malaysian Islamic Party (PAS) memanfaatkan isu-isu moral untuk meraih dukungan secara luas. Kebangkitan PAS meningkatkan tekanan pada koalisi multiagama Anwar agar lebih gencar menjangkau dukungan mayoritas Muslim.
Sejak Anwar menjabat, pihak berwenang telah menyita jam tangan bertema pride dalam razia di toko-toko Swatch Group AG di seluruh negeri—memicu gugatan hukum oleh perusahaan Swiss tersebut—dan membatalkan festival musik setelah dua musisi pria berciuman di atas panggung.
Penggerebekan di pusat kebugaran tersebut menyedot perhatian. Media pemerintah melaporkan bahwa beberapa pengunjung mencoba melarikan diri atau menyembunyikan identitas mereka, tetapi dihalangi oleh petugas.
Polisi mengatakan operasi tersebut dilakukan setelah melakukan pemantauan bersama Departemen Agama Wilayah Federal dan Balai Kota Kuala Lumpur selama dua minggu.
Kelompok hak asasi manusia Justice for Sisters mengutuk razia tersebut, menyatakan bahwa UU Malaysia mengizinkan pemerintah campur tangan dalam kehidupan pribadi berdasarkan orientasi seksual yang sebenarnya atau yang diperkirakan.
Saifuddin menolak argumen tersebut, mengklaim bahwa perlindungan privasi hanya berlaku untuk tindakan di dalam rumah. Polisi, katanya, harus menyeimbangkan kebebasan sipil dengan tugas mereka untuk mencegah "aktivitas amoral" yang "tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang agama mana pun."
(bbn)


































