Logo Bloomberg Technoz

Dalam kaitan itu, Roberth mengaku sudah mendapatkan informasi bahwa impor BBM yang dilakukan dari AS akan mencapai sekitar 40% dari total pengadaan Pertamina.

“Macam-macam [asal impor kami]. Pasar impor kami kan berdasarkan kebijakan pemerintah sudah ada untuk menyerap yang dari AS. Di luar itu juga kalau AS kan setara 40% seperti kebijakan pemerintah. Selebihnya, itu juga dilakukan dengan penyedia yang ada di lokasi lain,” kata Robeth di sela konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).

Meskipun begitu, Roberth tidak dapat memastikan kapan PPN akan melakukan impor dari AS tersebut. Dia hanya memastikan impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri akan dilakukan melalui proses pengadaan yang berlaku.

“Jadi pada saat kita bicara ketahanan stok, ini dia adalah bagaimana proses komoditasnya ini keluar masuk. Nah, ini yang harus kita jaga, sehingga tentunya saat ini Pertamina Patra Niaga masih melakukan negosiasi dan perencanaan untuk kemudian melaksanakan kegiatan impor dalam mengenai kebutuhan itu,” ucap dia.

“Untuk berapa-berapanya, tentunya pasti ini nanti akan di-update pada saat kemudian negosiasi itu sudah berjalan. Prinsipnya, ketersediaan Pertalite untuk masa Nataru ini tidak perlu khawatir,” Roberth menegaskan.

Tunggu Aturan

Pada kesempatan yang sama, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Muhammad Baron menambahkan perusahaan masih menunggu arahan dari pemerintah terkait dengan penugasan impor sejumlah komoditas migas dari AS.

Dengan begitu, Baron belum dapat memastikan kapan wacana impor minyak mentah serta beberapa komoditas migas tersebut dilakukan.

“Kami juga tetap menunggu arahan dari pemerintah terkait dengan penugasan ini. Kami perlu dasar [hukum] yang kuat dan kehati-hatian dalam pelaksanaannya dan juga tujuan utamanya tentunya ini untuk mengamankan distribusi energi kepada masyarakat,” ujar Baron dalam kesempatan yang sama.

“Jadi kita bersama-sama dengan pemerintah dan juga menunggu arahan dari pemerintah agar proses impor BBM ini bisa aman dan juga bisa disampaikan dengan baik kepada masyarakat,” lanjut dia.

Rencana pembelian komoditas migas itu sebelumnya menjadi muatan perundingan dagang dengan pemerintah AS, usai Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 19% atau lebih rendah dari rencana tarif awal 32%.

Adapun, nilai paket impor migas dari AS itu ditaksir mencapai US$15 miliar untuk mengimbangi surplus neraca dagang dengan AS saat ini.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan impor komoditas migas dari AS tersebut mulai dilakukan tahun ini.

Airlangga menjelaskan hingga saat ini masih belum terdapat kontrak jual–beli migas yang diteken Indonesia dengan AS. Akan tetapi, dia tetap menargetkan realisasi pembelian sejumlah komoditas migas tersebut dilakukan pada sisa tahun ini.

“Nanti kita akan bahas sesudah perjanjian itu ditandatangani. Ditargetkan seperti itu [realisasi tahun ini],” kata Airlangga kepada awak media, di CEO Insight 2025, Selasa (4/11/2025).

Di sisi lain, Kementerian ESDM membeberkan, impor komoditas migas masih berasal dari Singapura, yang sebelumnya diharapkan dapat dialihkan ke AS akhir tahun ini.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman menegaskan hingga kini belum terdapat tindak lanjut atas kesepakatan yang diteken RI-AS dalam negosiasi tarif tersebut.

“Belum, belum. Jadi kalau semua yang berhubungan dengan kesepakatan tarif itu sekarang masih on process,” kata Laode kepada awak media di Kementerian ESDM, Jumat (7/11/2025).

(azr/wdh)

No more pages