Biasanya hal itu berarti melibatkan Marco Rubio, yang menjabat posisi tersebut sekaligus menteri luar negeri, namun peran itu bisa saja jatuh kepada Menteri Angkatan Darat Dan Driscoll, menurut orang-orang yang mengetahui persoalannya.
Driscoll memberi pengarahan kepada para duta besar Eropa awal pekan ini bahwa kesepakatan harus diselesaikan secepatnya, kata sumber yang enggan disebutkan namanya saat mendiskusikan percakapan tertutup.
Ia mengatakan kepada para utusan bahwa posisi Ukraina sedang buruk dan kini adalah saatnya mewujudkan perdamaian. Ia menambahkan bahwa Presiden Trump menginginkan perjanjian damai sekarang juga.
Presiden AS tampak mengambil sikap keras ketika ditanya mengenai hal itu pada Jumat malam. Jika Ukraina tidak setuju, ia terlihat siap untuk melepas tangannya dari konflik tersebut. Untuk menegaskan pesan itu, Driscoll secara lugas menyatakan bahwa ia tidak datang untuk merundingkan detail teknis.
“Dia harus menerimanya dan kalau dia tidak menerimanya, ya, mereka sebaiknya terus berperang saja, saya rasa,” kata Trump, sambil menambahkan mengenai Zelenskiy bahwa “pada satu titik dia memang harus menerima sesuatu.”
Namun Trump juga menunjukkan sedikit fleksibilitas soal tenggat waktu, dengan mengatakan dalam wawancara di Fox News Radio Jumat pagi bahwa meskipun 27 November adalah waktu yang tepat untuk mengambil keputusan, “jika semuanya berjalan baik, tenggat biasanya diperpanjang.”
Perhatian sekarang akan beralih ke sela-sela KTT G-20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Sabtu, di mana para pemimpin Eropa akan memetakan langkah selanjutnya, kata seorang sumber.
“Eropa sebenarnya telah berusaha sangat keras membangun posisi yang solid dan bersatu soal ini. Dan saya pikir rencana ini berpotensi melempar seluruh upaya tersebut ke angin dan menciptakan situasi di mana Eropa harus kembali ke papan gambar,” ujar Rachel Rizzo, senior fellow nonresiden di Europe Center, Atlantic Council.
Rincian Rencana
Rencana yang diusulkan para utusan AS dan Rusia itu akan memaksa Kyiv menyerahkan sebagian besar wilayah yang direbut Rusia, membatasi ukuran militernya, serta memungkinkan sanksi terhadap Moskow dicabut secara bertahap.
Berdasarkan salinan rencana yang dilihat Bloomberg News, wilayah Ukraina—Crimea, Luhansk, dan Donetsk—akan “diakui sebagai de facto milik Rusia, termasuk oleh Amerika Serikat.”
Ukraina juga akan diwajibkan menggelar pemilu dalam 100 hari, melepaskan harapan menjadi anggota NATO, serta memangkas jumlah angkatan bersenjata.
AS mengancam akan menghentikan seluruh dukungan militer dan intelijen kepada Ukraina jika kesepakatan tidak tercapai sebelum Kamis depan, kata sumber tersebut.
Namun ketika kejutan awal atas rencana itu mereda pada Jumat, beberapa pejabat berpendapat bahwa situasi ini merupakan pengulangan masa lalu, ketika Trump mengajukan tuntutan, Zelenskiy dan Eropa menolak, lalu presiden AS mundur.
Seorang pejabat Eropa yang enggan disebutkan namanya mengatakan ini bukan pertama kalinya Zelenskiy berada dalam posisi sulit bersama Trump.
Pejabat itu berargumen bahwa sanksi AS baru sedang diberlakukan dan meski Ukraina berada dalam situasi berat, negara itu masih mampu menyerang sasaran jauh di dalam wilayah Rusia dan menyebabkan korban besar pada pasukan Moskow.
Pihak lain lebih pesimistis dan yakin bahwa fondasi aliansi transatlantik serta tatanan keamanan internasional sedang dipertaruhkan.
“Saya sangat sulit membayangkan proposal seluas ini dapat diselesaikan dengan cara yang dapat diterima, bukan hanya oleh Rusia dan Ukraina, tetapi juga oleh pihak Eropa dalam bentuk apa pun,” ujar Meghan O’Sullivan, direktur Belfer Center di Kennedy School Universitas Harvard, kepada Bloomberg Television.
“Saya percaya ide-ide keras harus diletakkan di atas meja sebagai titik awal, tetapi berharap ini bisa diselesaikan dan dirundingkan sebelum Kamis tampak tidak masuk akal bagi saya.”
Zelenskiy mengatakan dalam unggahan media sosial Jumat malam bahwa ia berbicara dengan Wakil Presiden AS JD Vance dan Driscoll — yang bepergian ke Kyiv untuk membahas isu tersebut — selama hampir satu jam.
Presiden Vladimir Putin juga turut angkat suara pada Jumat, kembali menuding Kyiv sebagai penghalang perdamaian dan menyiratkan bahwa AS-lah, bukan Rusia, yang mengusulkan perjanjian terbaru.
Banyak rincian rencana ini merupakan usulan yang sebelumnya telah ditolak Ukraina dan sekutunya di Eropa.
Negara-negara anggota NATO mungkin juga akan menolak, mengingat rencana tersebut akan membatasi kemampuan aliansi pertahanan untuk menerima anggota baru sesuai kehendaknya — langkah yang membutuhkan persetujuan seluruh 32 negara anggota.
Rencana tersebut mencakup jaminan keamanan AS bagi Ukraina — namun AS akan menerima kompensasi.
AS juga akan memperoleh 50% laba untuk membangun kembali Ukraina dan berinvestasi di dalamnya, serta memasuki kemitraan ekonomi dengan Rusia setelah sanksi dicabut.
Keberatan Partai Republik
Sementara para pemimpin Eropa kelabakan, sejumlah anggota senior Partai Republik di Kongres menyatakan penolakan terhadap kesepakatan tersebut.
“’Rencana perdamaian’ ini memiliki masalah serius, dan saya sangat skeptis bahwa ini akan menghasilkan perdamaian,” kata Senator Roger Wicker, ketua Komite Angkatan Bersenjata Senat dari Partai Republik, dalam pernyataan tertulis.
“Ukraina tidak boleh dipaksa menyerahkan wilayahnya kepada salah satu penjahat perang paling bengis di dunia, Vladimir Putin,” lanjut Wicker, menambahkan bahwa jaminan apa pun kepada pemimpin Rusia “tidak seharusnya menghadiahi perilaku jahatnya atau merusak keamanan Amerika Serikat maupun sekutunya.”
“Putin telah menghabiskan sepanjang tahun mencoba mempermainkan Presiden Trump,” kata Senator Mitch McConnell, ketua panel Anggaran Pertahanan Senat dan mantan pemimpin mayoritas Senat.
“Jika para pejabat pemerintahan lebih sibuk menenangkan Putin daripada mengamankan perdamaian sejati, maka Presiden seharusnya mencari penasihat baru.”
(bbn)

































