Logo Bloomberg Technoz

Soal Insentif Industri Otomotif, Pakar Dorong Revisi PPN & PPnBM

Pramesti Regita Cindy
22 November 2025 13:30

Lepas L4, L8 dan L6 ditampilkan dalam ajang pameran otomotif GIIAS 2025 di ICE BSD, Kamis (24/7/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Lepas L4, L8 dan L6 ditampilkan dalam ajang pameran otomotif GIIAS 2025 di ICE BSD, Kamis (24/7/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pakar otomotif, Bebin Djuana menilai efektivitas insentif pemerintah bagi industri otomotif sangat ditentukan oleh ketepatan sasaran kebijakan tersebut. Hal ini sekaligus menjawab perihal wacana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang disebut akan memberikan insentif bagi industri otomotif di tahun 2026.

Ia mengusulkan agar besaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan menjadi 7-8% sehingga dapat menjangkau seluruh jenis kendaraan dan mendorong peningkatan penjualan di pasar domestik.

"Keberhasilan insentif tergantung ketepatan pada sasarannya. Saya usulkan agar PPN diubah menjadi 7-8% sehingga menjangkau semua jenis kendaraan," kata Bebin kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (22/11/2025). 


Bebin menambahkan, kendaraan hybrid juga perlu mendapatkan perhatian khusus dalam skema insentif. Oleh karena itu menurutnya, pajak barang mewah (PPnBM) perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan efisiensi konsumsi bahan bakar, terutama bagi kendaraan yang benar-benar memberikan kontribusi pada penghematan. 

"Pajak barang mewah perlu ditinjau ulang berdasarkan jangkauan per liter BBM [Bahan Bakar Minyak]. Kecuali mild atau smart hybrid yang hanya memanfaatkan istilah Hybrid, tanpa kontribusi penghematan bbm yang berarti," jelasnya.