Logo Bloomberg Technoz

Startup Asal Amerika Serikat Groq Anggap Bubble AI Masih Jauh

Pramesti Regita Cindy
17 November 2025 12:52

Ilustrasi AI dan hype proyek investasi pusat data mengarah ke potensi bubble (Diolah)
Ilustrasi AI dan hype proyek investasi pusat data mengarah ke potensi bubble (Diolah)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Perusahaan kecerdasan buatan (AI) asal Amerika Serikat (AS), Groq menepis kekhawatiran publik bahwa dunia sedang berada dalam gelembung atau bubble AI yang sewaktu-waktu dapat pecah. 

Menurut CEO Groq Jonathan Ross, jika dibandingkan dengan pasar sebenarnya, yang menjadi pembanding teknologi ini, nilai investasi AI saat ini masih sangat kecil. Ross mengatakan ukuran terdekat untuk menilai AI adalah pasar tenaga kerja global yang mencapai US$40 triliun per tahun (setara Rp6.693 triliun).

"Ambil contoh OpenAI. Mereka memiliki komitmen pendanaan sekitar US$1,4 triliun (setara Rp2.342 triliun). Jika dibandingkan dengan pasar tenaga kerja global senilai US$40 triliun, angka itu sebenarnya tidak besar," jelas Ross dalam acara peluncuran fasilitas Inferensi AI Groq dan Equinix di Australia, secara daring Senin (17/11/2025).


"Lagi pula, investasi US$1,4 triliun tersebut bukan untuk infrastruktur yang habis dalam satu tahun. Sebagiannya akan bertahan hingga 10 tahun, ada yang 5 tahun, ada yang hanya 6 bulan, tetapi mayoritas merupakan infrastruktur jangka panjang," jelasnya.

Bubble AI sendiri merupakan periode ketika investasi dan minat terhadap teknologi kecerdasan buatan yang meningkat pesat, dan mendorong kenaikan nilai aset yang sangat tinggi, terlepas dari nilai fundamentalnya.