Logo Bloomberg Technoz

Dari segmen kendaraan roda dua, turut berpartisipasi merek-merek ternama seperti Aprilia, DIBAO, Indomobil E-Motor, Moto Guzzi, Polytron, Piaggio, Royal Enfield, Scomadi, dan Vespa.

Perang Harga Mobil-mobil China

Pameran GJAW 2025 hadir di tengah perang harga mobil-mobil China. Mulai menjamurnya mobil listrik murah dengan fitur canggih terutama pada pabrikan mobil China memantik isu perang harga

Pakar otomotif menilai Isuperang hargamobil listrik asal China bukan perkara harga yang murah atau potensi predatory pricing, melainkan industri otomotif Indonesia sedang masuk ke fase hyper competition atau kompetisi yang sangat ketat dan menciptakan ketidakstabilan di pasar. 

Cerminan dari dinamika yang jauh lebih besar. Industri otomotif Indonesia sedang masuk ke fase hyper competition. Artinya, terlalu banyak pemain memperebutkan ceruk pasar yang belum tumbuh secara signifikan, apalagi di tengah daya beli masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya,” kata pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi, Jumat (7/11/2025). 

Dengan banjirnya merek-merek baru baik dari China, Korea, Jepang, hingga Eropa yang berebut segmen pasar yang sama, terutama mobil listrik dan hybrid kelas menengah ke bawah, menurutnya, kondisi ini bakal menciptakan persaingan super ketat yang berujung pada kanibalisme pasar.

Ini terjadi saat merek-merek mobil saling memakan pangsa pasar satu sama lain melalui berbagai strategi agresif seperti diskon besar-besaran, bakar uang, hingga promosi masif,” ujarnya

Yannes berpandangan bila hal ini bukan karena permintaan pasar yang tumbuh alami, tapi karena produsen ingin mengamankan posisi lebih dulu. Dalam jangka pendek, kondisi ini membuat konsumen menjadi kelompok yang diuntungkan

Akan tetapi, dalam jangka panjang, fenomena ini justru berpotensi menggerogoti keuangan perusahaan. Terutama bagi produsen mobil dengan modal terbatas karena belum memiliki basis produksi lokal yang kuat atau belum siap bersaing dalam skala global. 

Diskon berlebihan dan pembakaran modal yang tidak terukur ini tentunya akan melemahkan likuiditas dan profitabilitas, dan akhirnya hanya akan menyisakan pemain yang benar-benar kuat dari sisi modal, strategi, dan manajemen,” jelas dia.

(ain)

No more pages