Dia menilai Kemenaker telah gagal memainkan peran strategis dalam melindungi tenaga kerja domestik dari tekanan fleksibilisasi hubungan kerja yang diakibatkan oleh Omnibus Law Cipta Kerja. “Yang dilakukan Menaker dan Wamenaker hanya rutinitas dan kegiatan seremonial. Tidak ada langkah nyata untuk menghindari gelombang PHK dan meningkatkan kesejahteraan buruh,” terang Said.
Dirinya mengungkap, sejak awal 2024 hingga pertengahan 2025, jumlah PHK mendekati 100 ribu orang di berbagai sektor industri. Mulai dari tekstil, garmen, elektronik, hingga pertambangan. Hal ini menjadi ironi, ketika Kemenaker justru dihantam dua kasus korupsi besar yang mencoreng kredibilitas institusi, yakni terkait kasus izin tenaga kerja asing (TKA) dan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Korupsi di Kemenaker menjadi tamparan keras bagi dunia kerja. Sementara buruh menjerit karena kehilangan pekerjaan, pejabatnya justru memperkaya diri dari kebijakan yang seharusnya melindungi rakyat,” tegasnya.
Selain itu, KSPI juga menyoroti ketidakseriusan Kemenaker dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang merupakan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2024.
Partai Buruh dan KSPI mendorong agar Prabowo segera mengevaluasi pimpinan Kemnaker, dan segera mengatasi gelombang PHK, memperkuat pengawasan ketenagakerjaan, dan mengembalikan fungsi Kemenaker sebagai pelindung pekerja. “Kami berharap Presiden tidak tutup mata. Pemerintah harus berani melakukan perombakan, agar arah kebijakan ketenagakerjaan benar-benar bisa mewujudkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” pungkas dia.






























