“Pasokan yang terjaga akan membantu menahan laju kenaikan harga emas, yang kerap terjadi akibat tingginya permintaan dan terbatasnya ketersediaan,” lanjut Wahyu.
Perlu Pertimbangan
Bagaimanapun, Wahyu menilai penerapan DMO emas dapat dipertimbangkan pemerintah jika ingin mengatasi ketergantungan impor emas oleh PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam dan menjaga ketersediaan pasokan emas batangan di pasar domestik.
Dia menjelaskan DMO akan mewajibkan perusahaan tambang emas di Indonesia untuk menjual sebagian produksinya ke dalam negeri.
Hal tersebut perlu dilakukan sebab banyak perusahaan tambang domestik yang lebih memilih ekspor karena harga jual yang lebih fleksibel, dapat dijual bersamaan dengan perak, dan beban perpajakan yang kompetitif.
Meskipun begitu, Wahyu tetap menilai terdapat potensi penumpukan produksi emas di Antam jika kebijakan DMO tersebut tidak dilakukan secara fleksibel.
“Dengan pasokan dari dalam negeri yang stabil, Antam tidak perlu lagi mengandalkan impor dari negara lain seperti Singapura dan Australia untuk memenuhi permintaan pasar. Meskipun demikian, pemerintah perlu memastikan keseimbangan antara ketersediaan pasokan domestik dan potensi penumpukan produksi di Antam,” ujarnya.
Sebagai catatan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang menerapkan skema DMO untuk komoditas emas, guna mengatasi tingginya impor emas Antam yang mencapai 30 ton per tahun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan terdapat sejumlah aspek yang dipertimbangkan kementeriannya jika skema DMO emas diterapkan. Termasuk, apakah nantinya terdapat potensi tumpukan stok emas di dalam negeri atau tidak.
Selain itu, Tri menyoroti kerja sama jual beli emas antara Antam dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 30 ton, yang diprediksi dapat mencukupi kebutuhan Antam tanpa perlu impor. Akan tetapi, hal tersebut masih terkendala karena kondisi kahar yang terjadi di tambang dan smelter Freeport.
“Cuma kalau misalnya nanti ada DMO, seandainya ada DMO, nanti kalau misalnya sananya beroperasi seperti apa. Jangan sampai juga terus malah numpuk,” kata Tri kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, baru-baru ini.
Untuk diketahui, sepanjang semester I-2025, penjualan emas melesat 163% secara tahunan menjadi Rp49,54 triliun, setara 84% dari total pendapatan perseroan.
Seiring dengan cadangan emas yang tipis dari Blok Pongkor, Antam belakangan bergantung pada impor untuk memenuhi permintaan emas di dalam negeri.
Menurut kalkulasi Antam, porsi pengadaan emas dari pasar impor mencapai 78% pada paruh pertama 2025, sementara pasokan domestik mengambil porsi 22%.
Direktur Utama Antam Achmad Ardianto mengatakan perseroan masih melakukan impor sekitar 30 ton emas untuk memenuhi permintaan domestik setiap tahunnya, sebagian besar impor emas dilakukan dari Singapura dan Australia.
“Produksi di dalam negeri 90 ton, sebagian dijual ke perusahaan perhiasan dan ada juga yang diekspor,” kata Ardianto dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Hanya saja, dia membeberkan, kapasitas produksi emas perseroan sekitar 1 ton per tahun dari tambang bawah tanah Pongkor, Jawa Barat. Manajemen Antam pun menahan produksi pada level tersebut lantaran cadangan emas di Pongkor tinggal 5 ton.
Tambang emas Antam yang telah memasuki fase pascatambang itu diperkirakan memiliki sumber daya emas sekitar 26 ton.
"Jadi emas yang dihasilkan oleh Antam, ditambang oleh Antam, itu cuma 1 ton setahun. Sementara itu, kebutuhan masyarakat, tahun lalu 37 ton, sekarang 43 ton," tuturnya.
Sebagai informasi, harga emas batangan Logam Mulia produksi Antam naik pada perdagangan hari ini. Pada Jumat (17/10/2025), emas Antam dibanderol Rp2.485.000/gram, menguat Rp78.000 dari hari sebelumnya.
Sementara itu, harga pembelian kembali (buyback) oleh Antam ada di Rp2.334.000/gram, bertambah Rp 78.000 dari posisi kemarin.
(azr/wdh)


































