Kemudian, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp344,9 triliun atau merosot 19,8%, dan berada di angka 72,3% dari target.
Di sisi lain, pemerintah melaporkan realisasi belanja negara masih cukup lesu, yakni Rp2.234,8 triliun atau menyusut 0,8% dibanding realisasi periode yang sama tahun lalu. Porsinya baru 63,4% dibanding target 2025.
Rinciannya, realisasi belanja pemerintah pusat tercatat Rp1.589,9 triliun atau merosot 1,6%, dan porsinya baru 59,7% dari target.
Kelesuan tersebut tak lepas dari masih rendahnya realisasi belanja pemerintah pusat untuk Kementerian/Lembaga (K/L) yang sebesar Rp800,3 triliun, turun 0,3%, dan porsinya baru 62,8% dari target APBN yang sebesar 1.275,6 triliun.
Belanja non-K/L juga tercatat sebesar Rp789 triliun, merosot 2,9%, dan porsinya hanya 56,8% dari target APBN yang dipatok sebesar Rp1.387,8 triliun.
Di sisi lain, realisasi transfer ke daerah (TKD) tercatat Rp644,9 triliun atau naik 1,5%, dan porsinya sudah mencapai 74,6% dari target.
Purbaya juga melaporkan defisit APBN tercatat telah mencapai Rp371,5 triliun tau 1,56% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini terbilang masih dalam batas aman angka defisit yang dipatok pemerintah sebesar 2,78%.
Kendati demikian, posisi keseimbangan primer masih mencatat surplus Rp18 triliun. Itu berarti utang lama tak perlu dibayar dengan penarikan utang baru. Dalam istilah sehari-hari, pemerintah tak gali lubang untuk tutup lubang.
"Kinerja APBN tetep terjaga dengan defisit 1,56% dan keseimbangan primer yang positif," kata Purbaya.
Dari sisi pembiayaan anggaran, pemerintah telah berutang Rp458 triliun sampai September 2025. Angka ini melonjak 31,7% dibanding September 2024. Menurut porsinya, jumlah utang tercatat 69,2% dari target pembiayaan anggaran yang sebesar Rp662 triliun.
"Ini menunjukkan APBN tetap adaptif dan fleksibel, menjaga keseimbangan antara dukungan terhadap pemulihan ekonomi, dan kesinambungan fiskal dalam jangka menengah," ujar Purbaya.
(lav)































