Tak hanya itu, Tomsi bahkan menyoroti sejumlah kabupaten dan kota yang mencatatkan inflasi tertinggi di tingkat daerah, seperti Kabupaten Deli Serdang yakni 6,81% dan Kota Pematang Siantar 5,84%. Ia juga menyebut beberapa kabupaten lain yang inflasinya perlu mendapat perhatian, antara lain Labuhan Batu, Pasaman Barat, Tembilahan, Kerinci, serta kota seperti Gunung Sitoli hingga Padangsidimpuan.
Menariknya, ia menilai, sebagian besar daerah dengan inflasi tinggi bukanlah wilayah dengan hambatan distribusi yang berat. Sebagai contoh dia menyebut pemerintah Papua Pegunungan yang dapat menjaga inflasi di level 3,55% secara tahunan meski menurutnya medan distribusi komoditas pangan di wilayah tersebut termasuk sulit.
"Sementara provinsi lain yang distribusinya lancar, mudah, itu tertinggi [inflasinya]," ungkap Tomsi.
Sehingga berkaca pada hal tersebut, dia meminta agar pemerintah daerah bekerja lebih keras utamanya bagi wilayahnya yang mengalami inflasi tertinggi. Tomsi bahkan menyarakan untuk dilakukannya evaluasi bagi kepala dinas apabila tidak bergerak menjaga inflasi.
"Dari daftar masih ada kabupaten kota yang hanya berharap anugerah tuhan yg maha esa aja, tapi usahanya tidak maksimal. Bagi kepala daerah, kalau dinas-dinasnya tidak bergerak, selayaknya dievaluasi," tegasnya.
Inflasi September 2025
Pada kesempatan tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada September 2025 sebesar 0,21% secara bulanan (month to month/mtm). Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi mencapai 2,65%, sementara inflasi tahun kalender (Januari-September 2025) sebesar 1,82%.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, meski inflasi bulan September sedikit meningkat dibandingkan empat bulan sebelumnya, namun secara umum tekanan harga masih terkendali.
Secara garis besar, Amalia menjelaskan, pendorong utama inflasi tahunan berasal dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang naik 9,59% secara tahunan dan 1,28% secara bulanan, sehingga memberikan andil 0,08% terhadap inflasi bulan September.
"Beberapa catatan yang bisa kami sampaikan, bahwa 0,62% dari inflasi yoy yang 2,65% itu disumbang oleh perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang dalam hal ini adalah karena didorong oleh kenaikan harga emas, sehingga inflasi untuk kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya adalah sebesar 9,59% secara yoy," jelas Amalia.
Kelompok dengan inflasi tertinggi berikutnya adalah pangan, minuman, dan makanan olahan, yang naik 6,01% secara tahunan dan 0,38% secara bulanan.
Amalia juga menyoroti keterbatasan cakupan wilayah pengukuran inflasi BPS. Saat ini, inflasi hanya dihitung di 150 kabupaten dan kota, belum mencakup seluruh daerah di Indonesia. Dari 150 daerah tersebut, sebanyak 108 kabupaten/kota mengalami inflasi, sedangkan 42 kabupaten/kota mengalami deflasi pada September 2025.
Secara wilayah, inflasi bulanan tertinggi tercatat di Manokwari, Maluku Tengah, dan Mamuju untuk wilayah Maluku dan Papua. Sementara di Sumatera, inflasi tertinggi terjadi di Tembilahan, Pasaman Barat, dan Mukomuko.
"Mungkin sebagai catatan ini Pak Sekjen, bahwa kalau ukuran inflasi, kita hanya mencatat di 150 Kabupaten Kota, tidak semua Kabupaten Kota, sehingga ini nanti akan kita benahi untuk tahun-tahun depan," tutur Amalia.
"Nanti SPH berikutnya kita akan upayakan untuk bisa kemudian mencatat semua Kabupaten Kota, untuk saat ini 150 Kabupaten Kota yang kami catat," pungkasnya.
10 Provinsi dengan Inflasi Tertinggi pada September 2025 (yoy):
1. Sumatera Utara 5,32%
2. Riau 5,08%
3. Aceh 4,45%
4. Sumatera Barat 4,22%
5. Sulawesi Tengah 3,88%
6. Jambi 3,77%
7. Sulawesi Utara 3,68%
8. Papua Pegunungan 3,55%
9. Sulawesi Barat 3,44%
10. Sumatera Selatan 3,42%.
(lav)
































