Chief Economist Perbanas Dzulfian Syafrian mengatakan, independensi Bank Sentral sendiri justru merupakan harga mati, yang diharapkan menjadi instrumen lembaga netral dalam mencegah krisis moneter nasional.
"Independensi BI itu kan harga mati ya. Karena di ekonomi itu kan ada gas ada rem," ujar Dzulfian saat dihubungi Bloomberg Technoz, Kamis (25/9/2025).
Dia lantas memberi contoh soal terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1998 silam. Kala itu, pemerintah bersama BI dinilainya mengambil kebijakan yang kurang tepat, yang semakin membuat krisis menjadi-jadi.
Langkah BI tersebut juga, kata Dzulfian, disebabkan karena kala itu masih berada di bawah naungan pemerintah. Mau tidak mau, kebijakan otoritas moneter harus beriringan dengan kebijakan pemerintah saat itu.
"Akhirnya BI juga ikut 'ngegas'. Kacaunya waktu itu remnya blong. Makanya kita krisis 98. Berangkat dari pengalaman buruk itu, makanya [hadir] UU baru yang menjamin independensi BI. BI harga mati. Jadi fungsi netralitasnya itu dilakukan BI," tutur dia.
"Jadi kapan kita harus nginjak rem, kapan kita harus nginjak gas, itu bisa dilakukan oleh BI saja. Jadi ada fungsi kontrolnya. Kalau misal itu dihilangkan, atau dikurangi, maka resiko kita masuk jurang seperti 98 itu bisa kejadian [lagi]."
(lav)
































