UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan terdapat unsur pemaksaan
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 karena konsep 'tabungan' yang seharusnya sukarela diubah menjadi pungutan wajib yang memaksa bagi pekerja.
Hal ini dianggap sebagai unsur pemaksaan dalam kepesertaan dan iuran. Selain itu juga dinilai memberatkan pekerja dan tidak sesuai dengan amanat konstitusi untuk menjamin hak atas hunian yang layak.
Beban ganda pekerja
Iuran Tapera yang bersifat memaksa menambah beban finansial bagi pekerja, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang kurang kondusif dan daya beli yang rendah.
MK dalam putusannya menyebut, menggeser tanggung jawab negara menjadi pemungut iuran, berpotensi membebani pekerja rentan, misalnya PHK dan pemberi kerja.
Tidak sesuai konstitusi
Pemberlakuan iuran wajib ini dinilai tidak sejalan dengan UUD NRI tahun 1945, terutama Pasal 34 ayat (1) yang mengamanatkan tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan kelompok rentan, bukan membebani mereka.
Kewajiban seragam tanpa bedakan pekerja yang sudah punya rumah atau sedang mencicil, bertentangan dengan hak atas pekerjaan dan penghidupan layak, sesuai dengan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
Dianggap tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan
MK menilai Tapera overlapping [tumpang tindih] dengan program lainnya yaitu Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan UU 40/2004 dan UU 24/2011, PP 46/2015 diubah PP 60/2015.
Di mana, dalam program Jaminan Hari Tua itu sudah menyediakan akses pembiayaan perumahan hingga 30% untuk kepemilikan rumah, plus MLT, dan program ASN via Taspen atau ASN Housing Program, TNI/Polri via Asabri, dan KPR bank umum. Sehingga menyebabkan beban ganda, iuran Tapera 3% dengan JHT 5,7%.
(ain)































