Namun, mempertahankan momentum ini sangat bergantung pada pasar tenaga kerja, yang menunjukkan tanda-tanda melemah. Pembukaan lapangan kerja baru melambat dan kenaikan upah moderat.
Warga Amerika juga masih menghadapi inflasi yang persisten, yang berisiko tetap tinggi karena tarif Presiden Donald Trump mulai menggerus perekonomian.
Meski banyak perusahaan awalnya menunda kenaikan harga karena persediaan barang menumpuk, margin keuntungan berisiko tergerus kecuali perusahaan meneruskan sebagian biaya pada konsumen.
Dengan inflasi jauh di atas target 2% The Fed, beberapa pembuat kebijakan ragu untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Meski laporan tenaga kerja September akan menjadi data penting pada rapat kebijakan bank sentral AS berikutnya, belum jelas apakah para pejabat akan memegang data tersebut mengingat ancaman penutupan pemerintah (shutdown) kian mendekat.
Harga saham berjangka meningkat dan imbal hasil obligasi pemerintah tetap rendah menyusul laporan ini.
Pengeluaran untuk barang-barang melejit 0,7%, mencerminkan pembelian barang bersifat diskresioner, seperti perabotan, pakaian, dan barang-barang rekreasi. Pengeluaran untuk jasa meningkat dengan laju lebih moderat.
Meski ada bukti bahwa tarif telah mengerek harga sejumlah barang dan pasar tenaga kerja melambat, konsumen—terutama mereka yang berpenghasilan tinggi—tetap berbelanja. Penjualan ritel AS naik pada Agustus untuk bulan ketiga berturut-turut, sebagian didorong oleh belanja untuk kembali ke sekolah.
Tidak jelas seberapa lama konsumen bisa terus berbelanja dengan antusiasme seperti ini mengingat pasar tenaga kerja melemah.
Pendapatan riil yang bisa dibelanjakan hampir tidak naik, serta upah dan gaji, yang tidak disesuaikan dengan inflasi, naik dengan laju lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat tabungan turun menjadi 4,6%, terendah tahun ini.
(bbn)
































