Untuk memastikan stimulus tepat sasaran, Fakhrul menilai insentif rekrutmen pegawai baru bagi perusahaan padat karya sangat penting ditingkatkan. "Pemerintah bisa memberikan bantuan kepada tenaga kerja lewat bantuan kepada perusahaan dengan membayar sebagian gaji dari pegawai baru. Ini diperlukan karena pengusaha saat ini juga sedang dalam fase bertahan," kata Fakhrul.
Menurut Fakhrul, kebijakan reflasi bukan hal baru di dunia. "Dulunya kebijakan reflasi juga dilakukan di Amerika Serikat, tahun 1930an ketika ada kemerosotan ekonomi, dan Jepang lewat Abenomics juga sukses melaksanakan reflasi," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan kebijakan serupa karena masalah utama ada di sisi permintaan ekonomi, bukan penawaran. Langkah-langkah pemerintah harus diarahkan untuk mendorong konsumsi agar mesin ekonomi kembali bergerak.
Pentingnya Komunikasi dan Koordinasi
Ke depan, koordinasi lintas sektor sangat dibutuhkan. Fakhrul menekankan, "Untuk memastikan program ini berhasil, komunikasi intensif dari kementrian keuangan, BI dan pemerintah mutlak dibutuhkan, karena kebijakan reflasi hanya bisa dilakukan dengan dorongan bersama-sama dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat."
Ia menambahkan, kejelasan arah kebijakan pemerintah juga akan semakin memperkuat sentimen pasar yang saat ini sudah positif, sehingga memberi ruang lebih besar bagi pembiayaan pembangunan nasional.
Fakhrul menutup dengan menegaskan tujuan utama dari kebijakan ini. "Saat ini, Reflasi Untuk Rakyat Adalah Kunci. Ketika rakyat merasakan perbaikan daya beli, pendapatan pajak, perekonomian dan kestabilan keuangan bisa dicapai," pungkasnya.
Dengan sinyal positif dari pasar, publik kini menunggu realisasi nyata. Arah kebijakan reflasi akan diuji pada implementasi program-program pemerintah yang mampu menjawab tantangan daya beli, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan pertumbuhan ekonomi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
(red)




























