Ia juga mengingatkan, masyarakat jangan langsung panik berlebihan. Menurutnya, banyak kasus nyeri dada saat olahraga disebabkan faktor non-jantung, misalnya karena kurang pemanasan, teknik lari yang salah, atau bahkan latihan berlebihan (overtraining). “Jangan terlalu parno. Tapi kalau sering terjadi, jangan dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Cara Aman Menghentikan Lari
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah cara menghentikan aktivitas ketika nyeri dada terjadi. Berhenti mendadak justru bisa berbahaya.
“Kalau lagi berlari lalu tiba-tiba muncul sesak, semakin sesak, atau nyeri kepala, jangan langsung berhenti. Turunkan dulu kecepatan, ubah jadi jalan perlahan, baru kemudian berhenti total,” kata dr. Listya.
Menurutnya, transisi bertahap ini penting untuk mencegah perubahan mendadak pada sirkulasi darah dan kerja jantung. Dengan begitu, risiko bahaya bisa ditekan.
Pentingnya Pemanasan dan Tahapan Latihan
Lebih lanjut, dr. Listya menekankan pentingnya pemanasan sebelum olahraga. Banyak orang langsung berlari dengan intensitas tinggi tanpa persiapan, padahal otot dan sistem kardiovaskular butuh penyesuaian. “Kurang pemanasan bisa menimbulkan nyeri dada. Begitu juga kalau latihan dilakukan tanpa tahapan yang benar,” ungkapnya.
Ia menyarankan agar pelari, baik pemula maupun yang sudah rutin, selalu memperhatikan tahapan latihan. Intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap, bukan langsung dipaksakan.
Akan tetapi, nyeri dada saat lari memang tidak boleh dianggap sepele, tetapi juga tidak perlu langsung diasosiasikan dengan penyakit jantung. Pemahaman yang tepat, langkah penanganan awal yang benar, serta kebiasaan olahraga yang aman bisa membantu mencegah risiko berbahaya.
“Intinya, jangan abaikan sinyal dari tubuh. Kalau nyeri dada muncul, berhenti dulu dengan cara yang benar, lalu evaluasi penyebabnya. Kalau berulang, sebaiknya segera periksa ke dokter,” tutup dr. Listya
(dec/spt)





























