Logo Bloomberg Technoz

Tren tersebut, menurutnya, masih akan berlanjut pada masa depan bagi Indonesia; termasuk untuk produk turunan nikel yang lebih hilir—seperti prekursor dan katoda — dari yang dihasilkan saat ini.

“Saat ini ada nickel matte, MHP [mixed hydroxide precipitate], NPI [nickel pig iron], lalu ada sedikit nikel sulfat, sedikit prekursor. Dan saya pikir dalam hal prekursor, itu mungkin adalah produk yang akan dibutuhkan pada masa depan di Eropa, karena itu yang paling mudah diekspor," kata Baudelet.

Ekspor Prekursor

Prospek ekspor produk prekursor untuk baterai nikel, lanjutnya, masih akan terbuka lebar ke depannya ke Eropa dan AS seiring dengan proyeksi permintaan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di wilayah-wilayah tersebut.

Dia pun berpendapat Indonesia akan mengambil peran besar dalam mengintegrasikan dan memproduksi komponen baterai nikel; mulai dari bijih, MHP, sulfat, hingga prekursor.

“Menurut saya, itu [prekursor] merupakan produk yang tepat untuk diekspor ke Eropa karena jika Anda mengekspor MHP, kandungan airnya tinggi dan sulit diolah di Eropa. Nikel sulfat juga 75% air. Jika Anda mengekspor prekursor, sudah berbentuk bubuk, kering, mudah diangkut, tidak ada masalah dengan masa simpan.”

Untuk itu, Baudelet pun menyarankan agar Indonesia mulai memperluas pangsa ekspornya dengan menyasar produk turunan nikel untuk baterai, tidak lagi berkutat dengan penjualan NPI untuk bahan baku baja nirkarat.

Bahkan, lanjutnya, Indonesia dapat bergerak lebih jauh lagi dengan membidik ekspor katoda hingga akhirnya produk akhir berupa sel atau paket baterai.

“Anda tidak akan memiliki 100% kapasitas di sini, tetapi setidaknya sebagian, di mana Anda dapat memasok pasar Asia Tenggara, saya pikir ada banyak peluang dan Indonesia harus memanfaatkannya,” kata Baudelet.

Pada kesempatan terpisah sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan terdapat permintaan baru dari sejumlah perusahaan AS untuk prekursor.

Bahlil mengatakan permintaan itu bakal memperlebar pasar ekspor prekusor Indonesia ke AS, yang selama ini telah dijual untuk bahan baku baterai mobil setrum Tesla Inc. 

“Namun, memang ada beberapa pasar baru yang dari Amerika Serikat sekarang minta dari Indonesia,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, akhir Mei.

Di sisi lain, Bahlil menggarisbawahi ekspor prekursor Indonesia tidak bakal terganggu di tengah kebijakan tarif AS saat ini.

“Sekalipun sekarang terjadi perang tarif, tetapi masuk dalam critical mineral yang terkait dengan ekosistem baterai mobil. Itu tidak mempunyai dampak yang signifikan,” ujarnya. 

Sampai paruh pertama tahun ini, ekspor prekursor untuk pasar AS dikerjakan oleh PT Huayou Indonesia, afiliasi Zhejiang Huayou Cobalt Co.

Pabrik Huayou yang terletak di kawasan industri Weda Bay diketahui telah mengirimkan prekursor untuk bahan baku baterai ke Tesla sejak November 2024 lalu.

Proyek yang dibangun di kawasan industri Weda Bay itu memiliki kapasitas produksi sebesar 50.000 ton prekursor.

Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Huayou telah menanamkan investasi mencapai US$9 miliar sampai paruh pertama 2025. Huayou juga tengah memperkuat lini bisnis di bidang bahan baku baterai listrik di Indonesia.

Belum lama ini, Huayou mengambil alih pimpinan konsorsium pada Proyek Titan; ekosistem baterai EV yang digarap bersama dengan Indonesia Battery Corporation atau IBC. Selain itu, Huayou turut melakukan investasi intensif pada kawasan industri di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.

(wdh)

No more pages