Medco sebelumnya juga memperluas portofolio energi melalui akuisisi aset migas di Oman dan pengembangan proyek panas bumi di Ijen serta proyek surya di Pulau Bulan.
Menurut riset Bloomberg Intelligence terbaru, akuisisi tambahan di Blok Corridor dinilai bersifat netral terhadap kredit perusahaan karena bersifat akretif dan berisiko eksekusi rendah. Namun, strategi pertumbuhan Medco melalui akuisisi dan proyek pengembangan bernilai besar tetap menjadi faktor yang dapat membebani profil likuiditas perusahaan ke depan.
"Akuisisi Medco tetap menjadi faktor risiko utama meskipun manajemen memiliki rekam jejak transaksi yang netral dan akretif terhadap kredit," ujar Bloomberg Intelligence Senior Credit Analyst, Mary Elien Olson, dikutip Kamis (7/8/2025).
"Leverage Medco yang stabil mengurangi risiko kredit, tetapi harga komoditas yang lebih rendah dan kekhawatiran permintaan masih menjadi beban."
Kondisi tersebut menjadi risiko dan dapat membatasi peringkat atau rating utang Medco (MEDC) ke depan. Terlebih, rating sebelumnya sudah sempat ditingkatkan.
"Kenaikan peringkat kredit Medco dalam jangka pendek dapat terbatas setelah afirmasi Moody's pada kuartal kedua dan peningkatan peringkat oleh Fitch dan S&P pada tahun 2024."
Riset mencatat bahwa pengeluaran modal organik Medco untuk periode 2024–2028 direncanakan mencapai US$2,1 miliar, termasuk rencana final investment decision (FID) untuk fase 2 PLTP Ijen dan proyek tenaga surya Pulau Bulan senilai US$3 miliar yang ditargetkan pada 2026.
Meskipun memiliki eksposur terhadap risiko pembiayaan dan pasar komoditas, Medco masih mempertahankan fundamental keuangan yang dinilai relatif kuat. Rasio utang bersih terhadap EBITDA diperkirakan tetap di bawah 3x pada 2025, dengan leverage aktual sekitar 2,9x berdasarkan proyeksi EBITDA penuh tahun berjalan dan data utang 2024.
Medco juga mencatatkan arus kas operasi sekitar US$1 miliar pada 2024, sementara kebutuhan belanja modal mencapai sekitar US$440 juta. Per akhir kuartal IV 2024, perusahaan memiliki saldo kas sebesar US$637 juta, serta fasilitas pinjaman yang belum ditarik senilai lebih dari US$700 juta.
Dari sisi struktur pendapatan, 50% produksi Medco berasal dari kontrak penjualan gas dengan harga tetap, yang memberikan transparansi terhadap pendapatan dan membantu menjaga kemampuan pembayaran bunga.
Sekitar 20% produksi berasal dari gas dengan indeks harga, sementara sisanya berasal dari penjualan minyak. Perusahaan juga mendapat kepastian tambahan setelah perpanjangan kontrak pasokan gas dengan Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk jangka waktu lima tahun, yang mencakup lebih dari 20% total produksi gas Medco.
Kinerja Buruk Amman (AMMN)
AMMN melaporkan rugi bersih semester I-2025 mencapai US$153,51 juta atau setara Rp2,52 triliun, berbanding terbalik dengan posisi laba US$443,63 juta (Rp7,27 triliun) yang diraih pada periode yang sama tahun lalu.
Penyebab utama peralihan dari untung ke rugi ini terletak pada pendapatan yang merosot tajam. Hingga akhir Juni 2025, AMMN hanya mengantongi pendapatan US$182,6 juta, anjlok 88,12 % dibandingkan pendapatan US$1,54 miliar di semester I-2024. Kineja semester I-2025 berasal dari raihan kuartal II-2025 karena tidak ada penjualan pada kuartal sebelumnya akibat pemberlakuan larangan ekspor konsentrat di awal 2025.
Vice President Corporate Communications & Investor Relations AMMN, Kartika Octaviana menjelaskan bahwa katoda tembaga pertama telah diproduksi pada akhir Maret 2025. Selama kuartal II tahun ini, volume produksi terus meningkat secara bertahap, mengikuti progres dari proses stabilisasi dan perbaikan fasilitas smelter.
“Produksi katoda tembaga terus mengalami peningkatan secara bertahap, dengan volume yang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan proses stabilisasi dan perbaikan smelter yang sedang berlangsung,” kata Kartika kepada Bloomberg Technoz, Selasa (5/8/2025).
Meski demikian, perusahaan mengakui bahwa tantangan operasional masih ada. Kartika menyebut AMMN masih menghadapi tantangan kesiapan operasional yang penting untuk memastikan proses ramp-up yang aman dan berhasil.
Kompleksitas proses komisioning smelter tembaga disebut dapat memengaruhi tingkat produksi hingga akhir tahun.
Untuk mengantisipasi potensi penurunan kontribusi produksi dari smelter, AMMN menyebut tengah menjalin diskusi aktif dengan pemerintah mengenai fleksibilitas ekspor konsentrat, guna menjaga kelangsungan operasional serta kontribusi fiskal.
(dhf)































