"Sebagai dukungan, otoritas moneter juga melonggarkan kebijakan secara bertahap di tengah risiko stabilitas harga yang ringan. Data impor bulan April dan Mei menunjukkan kemungkinan rebound dalam permintaan domestik," tutur mereka.
Meski demikian, dalam laporan terbarunya, ADB masih memperingkatkan masih akan ada sejumlah tekanan, baik domestik maupun global yang akan menghambat proyeksi tersebut.
Dari sisi domestik, risiko masih tercermin dari lesunya kinerja industri dalam negeri hingga lemahnya penciptaan lapangan kerja. "Produksi industri yang lesu, penciptaan lapangan kerja formal yang lemah, dan investasi swasta yang lambat dapat membebani prospek,"
"Kondisi eksternal yang lebih lemah telah merugikan bisnis dan sentimen konsumen dan mengancam untuk mengganggu investasi di kawasan regional," tulis ADB.
"Kinerjanya pada kuartal pertama juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan, khususnya bagi mereka yang bergantung pada permintaan eksternal."
International Monetary Fund (IMF)
Berbeda dengan ADB, Dana Moneter Internasional (IMF) justru memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya sebesar 4,8%. Tetapi, prediksi itu lebih tinggi dibanding perkiraan semula yang dirilis dalam outlook April sebesar 4,7%.
Begitu juga untuk perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2026, yang diprediksi stagnan di angka 4,8%. Juga naik 0,1 poin persentase dibanding angka perkiraan sebelumnya., berdasarkan laporan terbarunya.
S&P Global
Senada dengan IMF, lembaga pemeringkat internasional S&P Global memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sampai menyentuh 5% sepanjang 2025, melanjutkan kinerja yang sebelumnya diperoleh pada kuartal pertama lalu, yakni 4,87%.
Berdasarkan laporan terbarunya yang dirilis Selasa (29/72025), S&P menyatakan proyeksi tersebut dilakukan lantaran indikator ekonomi dalam negeri terbilang masih lesu, seperti kurangnya belanja infrastruktur hingga konsumsi rumah tangga.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) riil Indonesia sedikit di bawah 5% tahun ini karena permintaan domestik menunjukkan tanda-tanda melemah di awal tahun," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (30/7/2025).
Pasalnya, lanjut laporan tersebut, belanja infrastruktur memiliki pengganda fiskal yang tinggi bagi pertumbuhan, dan sekaligus "membantu meringankan kendala pasokan dan hambatan infrastruktur."
S&P memperkirakan PDB per kapita Indonesia tahun ini bisa mencapai US$5.000, naik dari US$4.900 pada 2024, yang turut memperhitungkan depresiasi rupiah tahun ini dari level Rp16.162/US$ menjadi Rp16.300/US$.
Mereka juga mempertahankan peringkat kredit alias Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada level BBB, atau lebih tinggi satu tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil.
(ibn/roy)































